Angin Politik Goyang Beringin

11 July 2023 23:40

Tanda-tanda kemenangan di Pemilu 2024 terasa jauh dari Golkar. Partai yang dimotori Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto itu terkesan sesak saat bermanuver, sulit untuk bergerak dalam perburuan elektoral. Jauh-jauh hari menggalang kekuatan bersama Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional (PAN), faktanya koalisi yang mereka bangun malah layu sebelum berkembang. Satu persatu anggotanya meninggalkan gelanggang hanya menyisakan Golkar seorang.

Sedianya Koalisi Indonesia Bersatu yang digagas bersama PAN dan PPP itu diperuntukkan menjadi perahu bagi Airlangga mengarungi Pemilu Presiden (Pilpres) 2024. Sesuai dengan amanat Musyawarah Nasional 2019, ia memang diberi mandat untuk menjadi calon presiden ataupun calon wakil presiden pada kontestasi lima tahunan. Tapi ibarat peribahasa padi ditanam tumbuh ilalang, hasil yang diperoleh tidak sesuai harapan.

Airlangga sebenarnya sudah mengambil ancang-ancang ketika Koalisi Indonesia Bersatu terdeteksi akan rontok di tengah jalan. Ia gencar bertemu dengan sejumlah petinggi partai. Satu persatu ia dekati mulai dari Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan selanjutnya Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar. Airlangga bahkan ikut dalam acara buka puasa bersama di NasDem Tower pada 25 Maret silam yang dihadiri partai dari poros Koalisi Perubahan untuk Persatuan. Koalisi ini sudah mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden.

Semua langkah telah ditempuh Airlangga demi mencari ruang menjadi bakal calon RI-1 ataupun RI-2. Namun, berbagai upaya menjalin komunikasi politik, melakukan pendekatan, dan membangun chemistry, tidak kunjung membuahkan hasil. Golkar pun semakin berkejaran dengan waktu. Tahapan pendaftaran calon presiden-calon wakil presiden tinggal tiga bulan lagi, yakni 19 Oktober sampai 25 November mendatang. 

Sebagai partai yang sudah makan asam garam, Golkar malah seperti organisasi politik yang masih hijau, miskin pengalaman. Golkar tidak mampu menjelma menjadi gadis cantik yang diidam-idamkan partai lain. Bukankah itu yang seharusnya dirasakan oleh Golkar sebagai pemenang kedua Pemilu 2019 dengan dengan 85 kursi?

Publik malah melihat Golkar seperti remaja tanggung yang canggung dan tidak bisa mendikte ritme permainan. Sangat kontras dengan PDI Perjuangan yang secara usia tidak jauh berbeda tapi begitu ramai dipinang mulai dari PPP, Partai Hanura, hingga Perindo, untuk bersama-sama mengusung bakal calon presiden Ganjar Pranowo. 

Tanda-tanda kemenangan yang terasa jauh dari partai berlambang pohon beringin ini membuat gerah kalangan internal. Anggota Dewan Pakar Partai Golkar Ridwan Hisjam dalam keterangan yang disampaikan lewat berbagai media menyiratkan opsi pencopotan Airlangga Hartarto dari jabatan ketua umum melalui musyawarah nasional luar biasa (munaslub). 

Namun, itu baru sebatas pendapat Ridwan dan bukanlah keputusan resmi Rapat Pleno ke-VIII Dewan Pakar Partai Golkar. Airlangga diminta membentuk poros baru di luar koalisi pencapresan yang sudah ada demi menegakkan wibawa, penyelamatan, dan perjuangan membesarkan Golkar. Dewan Pakar juga meminta Airlangga untuk segera mendeklarasikan diri sebagai calon presiden dan menentukan calon wakil presiden sebelum Agustus 2023 berakhir. 

Itu artinya Airlangga hanya punya waktu 52 hari lagi. Melihat elektabilitas Airlangga yang tidak kunjung moncer, keputusan Dewan Pakar patut dianggap sebagai misi mustahil. Tidak salah jika kemudian publik menilai operasi pendongkelan Airlangga sedang berjalan secara halus dan sistematis.

Angin politik rupanya tidak lagi sepoi-sepoi bahkan bisa menjurus menjadi puting beliung yang akan menggoyang partai beringin dengan begitu kerasnya. Jika tidak cepat memutar otak, Golkar memang akan ketinggalan kereta. Kalaupun sulit menjadi bakal capres di luar poros koalisi yang sudah ada, setidak-tidaknya Airlangga lincah bermanuver untuk menjadi bakal cawapres. Pilihannya ada tiga, berlabuh ke Anies Baswedan, Prabowo Subianto atau Ganjar Pranowo.

Ketika pemilu tinggal hitungan bulan, publik tentu tidak ingin Golkar dilanda perpecahan. Potensi ke arah itu sangatlah terbuka mengingat kader-kader Golkar terkenal militan dan tidak takut berkonfrontasi untuk membela apa yang mereka anggap benar. Pemilu seharusnya menjadi pesta yang membahagiakan rakyat, bukan kontestasi banal sebatas ajang perebutan kekuasaan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Silvana Febriari)