Semangat untuk menerapkan Green Election pada Pilkada serentak 2024 November mendatang menjadikan sorotan tersendiri. Gagasan ini merupakan terobosan baik untuk merubah cara berkampanye agar lebih ramah dan tidak merusak lingkungan. Komisi Pemilihan Umum Provinsi Bali gaungkan Pilkada Serentak 2024 bebas baliho. Salah satu alasannya adalah, sampah dari salah satu alat peraga kampanye dalam pemilu 2024 tidak ada tersedia pembuangannya. Sampah baliho pada pemilu sebelumnya masih menumpuk bertonton di mana tidak ada TPA yang mau menerima.
Ketua KPU Provinsi Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan bersemangat untuk menerapkan green election pada pikada serentak 2024 November mendatang di provinsi Bali dirinya berharap terjadi perubahan dalam kampanye politik di wilayah Bali. Lidartawan mengarahkan penggunaan alat peraga kampanye beralih menggunakan media seperti videotron atau handphone yang lebih ramah lingkungan.
"Di Pol P Buleleng itu hampir satu ton, Ya Tuhan, tidak bisa dibawa ke mana pun. Di beberapa daerah di pedalaman seperti Bangli, Karangasem, itu masih diizinkan tapi jumlahnya musti lebih sedikitlah dari jumlah yang kemarin," ungkap Lidartawan.
Peneliti kepemiluan dan demokrasi, Titi Anggraini mendukung wacana
Pilkada 2024 tanpa baliho agar tidak merusak lingkungan dan pemandangan jalan. Titi juga mengatakan, limbah baliho dan alat peraga kampanye pasti akan menjadi beban pengelolaan pasca pemilu.
"Mengurangi alat peraga luar ruang semestinya menjadi komitmen seluruh peserta pilkada. Metode kampanye ada banyak, maka peserta pilkada dapat memprioritaskan metode kampanye yang lebih membangun interaksi gagasan bersama pemilih." ungkap Titi, baru-baru ini.
Menurut Titi, mengurangi alat peraga luar ruang dapat menyelamatkan lingkungan. Ini merupakan gagasan baik yang dapat diadopsi oleh KPU RI. "Gagasan yang diinisiasi oleh KPU Bali merupakan gagasan yang sangat baik karena dengan melimitasi baliho atau alat peraga luar ruang, kita bisa mengurangi sampah visual ataupun polusi akibat sisa-sisa penggunaan baliho atau alat kampanye luar ruang. Selain itu di tengah fenomena politik, biaya tinggi lebih mengoptimalkan penggunaan media sosial pertemuan terbuka pertemuan terbatas. Debat terbuka antar pasangan calon diyakini akan berkontribusi menekan ongkos politik para pasangan calon," jelas Titi.
Warga Jakarta pun menilai penggunaan baliho selama masa kampanye cukup mengganggu dan berbahaya bagi pengguna jalan. Sebagian sepakat agar Pilkada mendatang ada kebijakan untuk meniadakan baliho sebagai alat peraga kampanye. Namun, sebagian berpendapat tidak masalah jika ada baliho asalkan ditata dengan baik. "Kalau menurutku bolehm hanya jangan yang terlalu besar dan harus tahu resikonya instalasinya," ungkap Sarah selaku warga Jakarta.