21 July 2024 01:46
Usulan penghapusan larangan berbisnis prajurit TNI sebagaimana diatur dalam Pasal 39 huruf C dalam revisi Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 menuai polemik.
Usulan yang disampaikan oleh Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksda Kresno Buntoro pada 11 Juli lalu, kini mendapat sorotan keras publik. Terutama kekhawatiran akan terganggunya profesionalisme TNI sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya menjaga pertahanan negara.
Koalisi Masyarakat Sipil yang juga ketua YLBHI, Muhammad Isnur menyatakan prajurit TNI dididik, dilatih dan disiapkan untuk perang sesuai hakikat tentara, sehingga tidak ada urgensi bagi TNI untuk terlibat dalam bisnis.
"Militer tidak dibangun untuk kegiatan bisnis dan politik karena hal itu akan mengganggu profesionalismenya dan menurunkan kebanggaan sebagai seorang prajurit, yang akan berdampak pada disorientasi tugasnya dalam menjaga kedaulatan negara," kata Isnur.
Namun Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal TNI Maruli Simanjuntak meyakini penghapusan pasal ini tidak akan menjadi masalah. Maruli menegaskan pemaknaan berbisnis adalah sah, bila dilakukan prajurit di luar jam dinas.
“Kalau kita berbisnis, kata-kata bisnis itu bagaimana? Kalau kita buka warung, apak kita berbisnis tuh (namanya)? Kalau jual beli motor? Kalau belinya benar, tidak menggunakan kekuatan? Bisnis ya bisnis. Asalkan, misal saya mengambil alih (bisnis) menggunakan kekuatan. Itu tidak boleh,” kata Maruli di Markas Besar TNI-AD, Jakarta.
Baca Juga: Sebagai Negara Kepulauan, Indonesia Perlu Perkuat Alutsista TNI AL |