13 September 2023 15:27
Sudah sepekan berlalu pasca-kebakaran di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Probolinggo, Jawa Timur yang dipicu flare prewedding pada 6 September 2023. Kebakaran itu belum sepenuhnya padam.
Api justru semakin meluas sampai wilayah Malang dan Pasuruan. Hingga 12 September 2023, BPBD mencatat masih ada 10 titik api yang belum bisa dipadamkan. Hal itu disebabkan medan menuju titik api yang sulit dijangkau, serta kondisi rumput yang kering dan angin kencang.
Tak hanya mengancam flora dan fauna, kebakaran juga mengancam warga mendapatkan air bersih. Hal ini karena kebakaran merusak pipa pengairan yang menyalurkan air ke enam desa di Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo.
Upaya pemadaman tidak henti dilakukan tim gabungan, baik di darat maupun di udara dengan water bombing. Biaya ratusan juta rupiah harus dikeluarkan pemerintah untuk satu jam water bombing.
Kabid Kedaruratan dan Logistik Kabupaten Malang Sadono Irawan menyebutkan lama penerbangan water bombing dengan helikopter super puma di Bromo pada Minggu, 10 September dan Senin, 11 September mencapai 8 jam 29 menit.
Jika dihitung dengan perkiraan biaya yang disampaikan Kepala BNPB, yakni 1 jam water bombing biayanya Rp150 juta rupiah. Maka untuk 8 jam 29 menit, biaya yang harus dikeluarkan mencapai Rp1,2 miliar.
Biaya water bombing besar karena helikopter yang digunakan bukan merupakan milik BNPB. Namun milik pihak ketiga.
Upaya pemadaman masih berlangsung, pengusutan kasusnya pun masih berlangsung. Polisi baru menetapkan satu tersangka yakni Manager Wedding Organizer. Sedangkan kliennya, pasangan calon pengantin HP dan PMP hingga saat ini berstatus saksi dan hanya dikenakan wajib lapor.
Diketahui, flare yang memicu kebakaran Bromo yang digunakan untuk pemeriah suasana atau pemberi sinyal keselamatan dapat dibeli secara bebas. Harganya beragam mulai dari Rp50 ribu hingga Rp200 ribu.
Jika tidak digunakan dengan benar, flare dapat menjadi penyebab kebakaran di lingkungan yang kering atau berisiko tinggi, seperti rumput kering atau hutan.
Flare juga menyebabkan polusi cahaya karena menghasilkan cahaya yang sangat terang. Penggunaan flare yang berlebihan dapat menyebabkan polusi cahaya dan mengganggu pengamatan astronomi serta gangguan bagi hewan-hewan yang aktif di malam hari.
Flare dapat menghasilkan asap atau bahan kimia yang dapat mencemari lingkungan. Beberapa flare menggunakan bahan kimia berbahaya dan limbah dari flare dapat merusak ekosistem di sekitarnya.
Penggunaan yang tidak benar juga dapat membahayakan kesehatan manusia karena terpapar langsung oleh asap flare atau panasnya api dapat menyebabkan luka bakar atau masalah pernapasan.
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di bukit teletubbies area savana kawasan wisata Gunung Bromo dipicu oleh tindakan ceroboh pengunjung prewedding tanpa izin dan membawa flare yang memicu kebakaran. Padahal untuk prewedding di Bromo harus mengurus Simaksi (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi) komersil senilai Rp250 ribu.
Biasanya petugas tidak melakukan pemeriksaan satu per satu kepada para pengunjung maupun barang bawaannya karena Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru mengklaim peraturan dan larangan sudah tercantum dalam sistem pemesanan tiket.
Pemerintah Jawa Timur pun mengakui pengawasan terhadap pengunjung wisata Gunung Bromo belum maksimal. Akibatnya, masih ada pintu-pintu masuk menuju Bromo yang belum diperiksa secara ketat soal barang bawaan dan agenda pengunjung.
Efek domino lain akibat kebakaran Bromo adalah menurunnya omzet pelaku wisata hingga 75 persen. Mulai penyewaan jeep yang harus memensiunkan sementara jeep mereka karena penutupan wisata bromo. Pelaku usaha kuliner dan penginapan pun harus gigit jari karena wisatawan membatalkan kunjungan mereka ke Bromo.