Solusi terbaik itulah yang dikatakan Presiden Jokowi tengah diupayakan pemerintah Indonesia terkait polemik kekikutsertaan Tim Israel di Piala Dunia U-20. Presiden akhirnya memberikan pernyataan, tadi malam, setelah FIFA membatalkan drawing yang sedianya berlangsung 31 Maret 2023 di Bali.
Keputusan FIFA itu menyusul penolakan Gubernur Bali I Wayan Koster atas kedatangan Tim Israel. Sejurus dengan Koster, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang wilayahnya juga akan menjadi tempat digelarnya laga Piala Dunia U-20, menyatakan penolakan yang sama.
Sikap kedua kepala daerah itu seiring pula dengan gelombang penolakan di masyarakat. Tidak hanya antipati pada Israel, masyarakat juga kecewa pada pemerintah yang memang tampak kurang perhitungan.
Pemerintah seolah hanya larut mengejar gengsi sebagai tuan rumah namun lupa akan detil-detil penting. Faktor kurang perhitungan itu pula yang tersirat dalam pernyatan Presiden semalam.
Penjelasan bahwa lolosnya Tim Israel baru diketahui Juli 2022 atau sekitar 2 tahun setelah keberhasilan Indonesia mendapat kepercayaan FIFA menjadi tuan rumah, memperjelas bahwa kisruh sekarang adalah akibat ketidakcermatan.
Namun, juga tak bisa disangkal, sebagian dari mereka yang menolak tak punya dasar yang kuat. Mereka boleh saja berdalih atas nama konstitusi bahwa negeri ini mengutuk segala bentuk penjajahan. Mereka bisa menyodorkan alasan ideologi Bung Karno yang memang sangat tegas terhadap Israel.
Pertanyaannya, kenapa penolakan baru dilontarkan belakangan ini? Kenapa pula mereka yang sebelumnya setuju, siap, dan komit menyukseskan gelaran Piala Dunia U-20 tiba-tiba berbalik arah?
Ketika nasi telah menjadi bubur memang sulit dibayangkan solusi terbaik. Meski begitu kita mendukung upaya pemerintah melalui dialog Ketua Umum PSSI Erick Thohir dengan FIFA yang segera dilaksanakan.
Kita mendorong adanya solusi yang dapat menghormati nilai-nilai kedua belah pihak, baik FIFA maupun Indonesia. Pemerintah pun sejatinya tidak perlu berkecil hati dengan segala pro kontra yang terjadi di dalam negeri.
Yang kini harus dilakukan pemerintah, di samping melobi FIFA, juga mesti meyakinkan kepada masyarakat termasuk kepala daerah bahwa Indonesia punya kewajiban untuk menjadi tuan rumah yang baik. Harus diingat, tuan rumah Piala Dunia U-20 bukan kita dapat sebagai hadiah, bukan penunjukkan.
Kepercayaan itu kita raih dengan susah payah, dengan melamar, lewat kompetisi dengan sejumlah kontestan lain. Karena itu, sangat tidak berdasar jika kita pilih-pilih tamu. Lepas dari eksistensi Israel dalam politik, mereka adalah anggota resmi FIFA. Mereka juga lolos lewat kualifikasi.
Betul kiranya penegasan Presiden Jokowi bahwa keikutsertaan Israel di Piala Dunia U-20 tidak akan mempengaruhi konsistensi politik luar negeri kita. Tim Israel boleh saja bertanding di Indonesia, tetapi komitmen negeri ini untuk mendukung kemerdekaan Palestina tak tergoyahkan, tetap kokoh, tetap kuat.
Kita tidak ingin menguar malu, mengumbar aib, karena gagal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Kita sudah telanjur sanggup untuk menjadi tuan rumah yang baik, kadung berjanji untuk menyelenggarakan perhelatan cukup bergengsi ini dengan sepenuh hati.
Biarkan mereka, termasuk kepala daerah, yang menolak. Kita hormati posisi dan argumentasi mereka. Yang pasti, masih banyak anak bangsa yang tak ingin Indonesia dibuat malu dunia.
Masih ada pula kepala daerah yang siap menjadi tuan rumah maupun tempat undian Piala Dunia U-20. Tinggal bagaimana pemerintah dan PSSI melobi dan meyakinkan FIFA bahwa Indonesia masih komit pada janji semula sebagai penyelenggara event itu.
Sumber:
Media Indonesia