Jakarta: Kebijakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang akan menghapus sanksi diskualifikasi pasangan calon (paslon) yang tidak melaporkan dana kampanye mendapat sorotan. Dikhawatirkan paslon menjadi leluasa untuk melakukan kecurangan.
"Yang dikhawatirkan jika tidak ada sanksi maka menjadi tidak patuh. Terkait persoalan itu terdapat sanksi pidana jika paslon menerima sumbangan dana kampanye tapi tidak melaporkan kepada KPU. Ancaman pidana penjaranya paling lama 48 bulan dan denda tiga kali dari jumlah sumbangan," kata Anggota Bawaslu Puadi,dikutip Rabu, 7 Agustus 2024.
The Constitutional Democracy Initiative (Consid) menilai KPU inkonsisten karena berencana menghapus sanksi diskualifikasi bagi pasangan calon kepala daerah yang terlambat melaporkan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK). Hal itu tertuang dalam Rancangan Peraturan KPU (RPKPU) tentang Dana Kampanye Peserta Pilkada 2024.
Ketua The Constitutional Democracy Initiative (Consid) Kholil Pasaribu, menilai langkah KPU tidak konsisten. Pasalnya, sanksi berupa larangan kampanye dan penundaan pelantikan yang berencana diterapkan KPU juga tidak jelas batas ukurnya. Baginya, selain tidak maksimal, sanksi tersebut juga jauh dari prinsip transparansi dan akuntabilitas.
"Jika dinyatakan pasal 75 UU 10/2016 tidak mengatur sanksi bagi paslon yang tidak menyerahkan LPPDK, seharusnya tidak perlu ada sanksi sama sekali yang diberikan," kata Kholil lewat keterangan tertulis.
Dia juga menjelaskan bahwa penghapusan sanksi pembatalan paslon membuka ruang peserta Pilkada menerima sumbangan secara serampangan. Hal itu, sambung Kholil, berpotensi melahirkan pemimpin daerah yang korup.