6 March 2025 15:34
Mantan Menteri Perdagangan 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) mengajukan eksepsi atau nota keberatan dalam sidang korupsi importasi gula hari ini, Kamis, 6 Maret 2025. Eksepsi tersebut disampaikan oleh tim penasihat hukumnya.
“Bapak-bapak hakim-hakim majelis kami akan mengajukan eksepsi yang akan disampaikan penasihat hukum saya,” ungkap Tom dalam sidang.
Kuasa hukum Tom Lembong Ari Yusuf Amir menyampaikan butir-butir eksepsi dakwaan korupsi impor gula. Ia menyebut pasal-pasal yang dituduhkan sama sekali terkait dengan tindak pidana korupsi.
“Majelis hakim yang kami hormati, mengingat cukup banyak perkara penyidikan ini dan terdakwa sudah ditahan sekitar empat bulanan, maka kami izin mengajukan eksepsi hari ini juga,” ucap Ari.
“Hal ini menunjukkan bahwa jaksa penuntut umum sesungguhnya telah error in person dalam perkara ini. Kasus ini jelas-jelas dipaksakan untuk menjerat terdakwa secara sewenang-wenang. Karena pasal-pasal dalam undang-undang yang dituduhkan untuk menjerat terdakwa tidak ada sama sekali yang terkait dengan undang-undang tindak pidana korupsi (Tipikor) sebagaimana lex specialis, tetapi terkait dengan undang-undang lain yang bukan menjadi kompetensi pengadilan tindak pidana korupsi untuk mengadilinya,” jelasnya.
Baca: Tom Lembong Nilai Dakwaan Jaksa Dipaksakan |
“Kami sangat prihatin bagaimana kekuasaan yang dimandatkan oleh peraturan perundang-undangan untuk menegakan hukum justru digunakan oleh penuntut umum secara sewenang-wenang untuk menghancurkan keadilan,” tambahnya.
“Kami miris terdakwa disangka melakukan korupsi sementara Rp1 pun penuntut umum tidak bisa membuktikan adanya aliran dana yang masuk ke terdakwa baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahkan semua kinerja keuangan selama ia menjabat sebagai menteri perdagangan 2015-2016 telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan hasilnya bersih,” pungkasnya.
Berikut adalah inti dari eksepsi yang diajukan Tom Lembong,
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara a quo; eksepsi kompetensi absolut. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 huruf C Undang-Undang Pengadilan Tipikor juncto Pasal 14 dan Pasal 32 Ayat 1 UU Tipikor berdasarkan penjelasan bahwa di dakwaan primer dan dakwaan subsider terdakwa dipersalahkan pada pokoknya melanggar peraturan-peraturan yang dijadikan dasar dalam surat dakwaan untuk menyatakan adanya unsur perbuatan melawan hukum tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor.
Ketentuan perundang-undangan yang dijadikan dasar hukum dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum merupakan norma hukum dalam ruang lingkup perdagangan dan pangan yang mengatur secara khusus sanksi di bidang perdagangan dan pangan, bukan sanksi di bidang tindak pidana korupsi.
Adapun Undang-Undang Pangan, Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani maupun Undang-Undang Perdagangan mengatur ketentuan khusus mengenai sanksi atau ketentuan pidana. Sehingga ditinjau dari hukum pidana formil, peraturan-peraturan tersebut merupakan ketentuan pidana khusus atau istimewa.
Undang-Undang Tipikor telah memberikan batasan-batasan terhadap perbuatan apa saja yang memenuhi unsur perbuatan melawan hukum dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yaitu disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang ini adalah baik hukum pidana materil maupun untuk hukum pidana formil.
Berdasarkan ketentuan Pasal 14 UU Tipikor, UU Tipikor hanya diberlakukan kepada seseorang yang melakukan perbuatan melawan hukum terhadap UU yang mengatur sanksi tipikor. Bahwa maksud dan tujuan Pasal 14 UU Tipikor sejalan dengan Pasal 5 dan Pasal 6 UU Tipikor. Di mana Pasal 6 C menyatakan bahwa pengadilan tipikor hanya berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana yang secara tegas dalam UU lain ditentukan sebagai tindak pidana korupsi.
Sedangkan, pelanggaran yang disebutkan dalam dakwaan jaksa penuntut umum tidak ada satupun yang secara tegas dinyatakan tindak pidana korupsi in casu UU Pangan, UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, serta UU Perdagangan.