Efek Tarif Trump, IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global

23 April 2025 14:02

Kebijakan tarif tinggi yang direncanakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump diprediksi akan berdampak besar terhadap perlambatan ekonomi global, termasuk Indonesia. Dana Moneter Internasional (IMF) dalam laporan World Economic Outlook terbaru yang dirilis Selasa lalu, 22 April, memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini menjadi 2,8 persen, turun tajam dari prediksi Januari sebesar 3,3 persen. Sementara proyeksi tahun depan juga direvisi turun menjadi 3 persen.

Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini menjadi 2,8 persen dalam laporan World Economic Outlook terbaru, yang dirilis Selasa, 22 April 2025. Proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut turun tajam dari prediksi Januari sebesar 3,3 persen. 

Pemangkasan proyeksi tersebut imbas dari kebijakan tarif tinggi yang direncanakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap sejumlah negara. IMF menyebut kenaikan tensi dagang akibat kebijakan tarif Trump menjadi ancaman serius bagi stabilitas ekonomi dunia.

IMF bahkan memperingatkan jika perang dagang meluas, dampaknya bisa memperlambat pertumbuhan secara signifikan. 
 

Baca Juga: Prabowo Tegaskan Saham Naik-Turun bukan Masalah, Asal Pangan Kuat

"Dalam skenario dasar kami, yang memperhitungkan pengumuman kebijakan hingga 4 April dari AS dan mitra dagangnya, pertumbuhan global akan mencapai 2,8 persen tahun ini dan 3 persen tahun depan. Ini merupakan penurunan kumulatif sekitar 0,8 poin persentase dibandingkan dengan pembaruan Januari 2025," ujar Kepala Ekonom IMF, Pierre-Olivier Gourinchas dikutip dari Zona Bisnis Metro TV pada Rabu, 23 April 2025..

Dalam laporan yang sama, IMF juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 dan 2026. Jika sebelumnya diprediksi tumbuh 5,1 persen, kini Indonesia hanya diperkirakan tumbuh 4,7 persen untuk dua tahun berturut-turut. Perlambatan ini dinilai sebagai salah satu yang paling tajam sejak 2020, ketika ekonomi terpukul Pandemi Covid-19.

IMF juga mencatat meningkatnya tingkat pengangguran di Indonesia yang diperkirakan mencapai lima persen pada 2025. Lalu naik menjadi 5,1 persen pada 2026. Padahal pada 2024, angka pengangguran Indonesia masih pada level 4,9 persen.

Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN-5 Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Singapura juga diproyeksikan melemah. IMF memperkirakan kawasan ini hanya tumbuh 3,6 persen pada 2025 dan 4,3 persen pada 2026, jauh di bawah proyeksi sebelumnya yang mencapai 4,7 persen.

Lembaga Lainnya Masih Optimistis

Meski IMF memberi outlook yang lebih suram, Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tetap menunjukkan optimisme. BI memprediksi ekonomi Indonesia akan berada pada kisaran 4,7 persen hingga 5,5 persen pada 2025. Meski sempat mematok target hingga 5,6 persen, proyeksi ini direvisi akibat ekspor yang melemah dan konsumsi rumah tangga yang mengalami tren penurunan, terutama di kalangan menengah ke bawah.

Sementara itu, Kemenkeu dalam target APBN 2025 menetapkan proyeksi pertumbuhan sebesar 5,2 persen dengan defisit anggaran diperkirakan sebesar 2,53 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengakui bahwa target defisit ini telah mempertimbangkan ancaman tarif tinggi dari AS.

Namun, realita di lapangan ternyata lebih kompleks. Tarif yang dikenakan AS bervariasi dan diterapkan kepada seluruh mitra dagang, termasuk Tiongkok, tanpa memperhitungkan adanya tarif balasan. Situasi ini berpotensi mengubah peta perdagangan global dan tentu berdampak terhadap strategi perekonomian nasional.

Pengamat menilai dinamika kebijakan dagang ini perlu direspons cepat oleh pemerintah dan pelaku usaha. Stabilitas ekonomi nasional kini sangat bergantung pada kejelasan arah kebijakan global dan penguatan fondasi domestik, terutama di sektor konsumsi dan investasi.

(Tamara Sanny)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Gervin Nathaniel Purba)