Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesai (IDAI) dr. Piprim Basarah Yanuarso menyebut munculnya balita dengan cacingan berat adalah puncak gunung es dari buruknya pengawasan posyandu dan orang tua terhadap higenitas anak.
"Penyakit cacing ini kan sudah 3.000 tahun. Sekarang 2025 masih ada yang cacingan berat. Jadi sebetulnya ini kan tadi kalau katakanlah di keluarga itu ada kendala. Kalau kita punya sistem layanan kesehatan primer yang bagus, ada pencatatan balita itu tercatat semua dalam daerah di desa atau di level RT atau RW. RT atau RW bisa melakukan kunjungan rumah. Jadi tidak begitu saja dibiarkan," kata dia dalam Metro Siang, Metro TV, Selasam 16 September 2025.
"Ini kalau sudah kecacingan kemudian masih operasi segala macam itu biar urusan rumah sakit ya. Tetapi untuk masalah pencegahan supaya tidak timbul penderita lainnya. Menurut saya kita harus fokus kembali penguatan layanan kesehatan primer. Jadi, bina keluarga balita dihidupkan, posandu dihidupkan, kader diaktifkan. Pencatatan setiap balita itu harus by name ya, by individu, by person, by house-nya, rumahnya seperti apa," tambahnya.
Menurutnya pemerintah perlu meninjau besar-besaran sanitasi, higenitas, dan ketersediaan jamban di berbagai daerah untuk menghindari kasus cacingan berat pada anak selanjutnya.
"Makanya saya bilang ini adalah puncak gunung es. Ayo kita sama-sama berantas akar masalahnya. Bukan
sekedar sudah operasi di rumah sakit, keluarkan cacing. Bukan itu masalahnya. Kita cari bagaimana sanitasi dan higiene PHBS jamban keluarga di daerah-daerah yang ada di Indonesia termasuk di daerah Bengkulu ini. Saya kira itu," tuturnya.
Seorang bocah usia 1 tahun (Balita) di Kabupaten Seluma, Bengkulu, mengeluarkan cacing dari mulut dan hidungnya saat menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Bocah bernama Khaira ini sebelumnya sempat mengalami demam tinggi dan batuk berdahak.
"Gejalanya itu sekitar 1 minggu. Anak itu panas, demam tinggi, batu berdahak, baru pas dibawa ke rumah sakit cacing keluar dari hidung sama mulutnya," tutur tante dari Balita Khaira, Nofyta.
Nofyta menjelaskan orang tua Khaira mengalami gangguan jiwa sehingga tidak dapat dirawat dengan baik.
"Sebelumnya Khaira tidak rutin dibawa ke Posyandu dan diimunisasi. Kalau imunisasi itu mungkin kadang-kadang. Soalnya orang tuanya gangguan jiwa," tambahnya.
Gadis kecil ini berusia 1 tahun 8 bulan. Dia adalah seorang warga Desa Sungai Petai, Kecamatan Talo Kecil yang merupakan anak kedua pasangan dari Prengki dan Yanti Hartuti.