10 December 2023 00:07
Rapat Paripurna DPR RI Ke-10 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2023-2024 Selasa lalu menyepakati Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) sebagai inisiatif DPR. Selanjutnya RUU DKJ yang berisi 12 Bab dan 72 pasal ini akan dibahas dengan pemerintah sebelum disahkan menjadi Undang-Undang.
Nantinya Undang-Undang DKJ sekaligus mencabut status ibu kota negara dari Jakarta, karena ibukota negara dipindah ke IKN Nusantara. Dengan status daerah khusus, Jakarta memiliki sejumlah kekhususan. Namun disepakatinya RUU DKJ ini memantik penolakan banyak pihak karena memuat klausul yang kontroversial seputar gubernur dan wakil gubernur Jakarta.
Dalam Pasal 10 ayat 2 draf RUU DKJ ini disebutkan gubernur dan wakil gubernur ditunjuk, diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD.
Sejumlah elemen masyarakat sipil langsung menolak pasal kontroversial ini. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) misalnya, menilai Pasal 10 ayat 2 draft RUU DKJ tersebut merampas hak demokrasi warga Jakarta sekaligus melanggar Undang-Undang Dasar.
Sementara Ketua Umum Masyarakat Adat dan Tradisi Betawi (Mantab), Biem Triani Benjamin menyatakan klausul kontroversial dalam RUU DKJ tersebut tidak menghargai hak pilih warga Jakarta yang jumlahnya cukup besar, namun terancam tidak bisa menentukan pemimpinnya sendiri.
Selain itu Biem Benjamin juga tidak melihat ada urgensi untuk mengubah Pilkada DKI Jakarta yang selama ini sudah berjalan dengan baik.
Pendapat serupa disuarakan DPP Partai NasDem. Partai NasDem menilai klausul mekanisme pemilihan Gubernur DKJ diserahkan langsung ke pejabat presiden sebagai langkah yang gegabah dan tidak menghikmati kehidupan demokrasi yang sudah berlangsung sekitar 25 tahun serta mencederai keadilan politik warga Jakarta.
DPP Partai NasDem pun merekomendasikan fraksi Partai NasDem di DPR RI agar menolak RUU DKJ sepanjang masih ada klausul pemilihan Gubernur DKI Jakarta diserahkan langsung ke pejabat presiden.
Pakar otonomi daerah, Djohermansyah Djohan melihat ada keganjilan dari status RUU DKJ yang tiba-tiba diadopsi menjadi RUU inisiatif DPR. Padahal draf RUU tersebut sejak awal disiapkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yang kemudian diserahkan ke Kementerian Dalam Negeri.
Namun Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana menegaskan RUU Daerah Khusus Jakarta merupakan inisiatif DPR. Sampai saat ini pihaknya masih menunggu surat resmi DPR sekaligus naskah RUU Daerah Khusus Jakarta.
Sejauh ini belum ada alasan konstitusi yang jelas yang bisa membenarkan argumen bahwa presiden bisa menunjuk, mengangkat dan memberhentikan gubernur dan wakil gubernur. Karena bila merujuk Pasal 18 ayat 4 Undang-Undang Dasar 1945 menyebut kepala daerah harus dipilih secara demokratis.