Tiga minggu pasca-bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda wilayah Aceh, ribuan warga masih terjebak dalam kondisi memprihatinkan. Ketiadaan aliran listrik, akses jalan yang terputus, hingga bantuan yang tidak merata memaksa warga bertahan hidup dengan cara seadanya di tengah keterisolasian.
Hidup dalam Kegelapan di Aceh Tamiang
Di
Aceh Tamiang, kegelapan total menyelimuti permukiman warga sejak bencana terjadi. Tanpa pasokan listrik dari PLN, warga terpaksa menggunakan lilin, lampu minyak, hingga membakar sisa-sisa kayu dan baju bekas untuk bertahan dari panjangnya malam.
"Kami gerilya sampai ke Besitang hanya untuk mencari sebatang lilin. Selain itu, kami membakar kayu-kayu rumah yang hanyut untuk penerangan," ujar Boang Sukirman, salah seorang warga Aceh Tamiang.
Di Aceh Tamiang, Desa Lubuk Sidup menjadi salah satu wilayah yang masih sulit dijangkau. Akses ke desa ini hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki atau sepeda motor. Akibatnya, bantuan untuk warga belum tersalurkan secara merata. Air bersih pun belum bisa dinikmati.
Tiga pekan yang penuh perjuangan, kehilangan rumah, kehilangan sanak saudara, dan kini warga juga harus berjuang untuk keluar dari daerah yang terisolasi.
Perjuangan Mencari Makanan di Gayo Lues
Kondisi serupa terjadi di Desa Remukut, Kabupaten
Gayo Lues. Rusaknya infrastruktur memaksa warga berjalan kaki berjam-jam melewati medan berat hanya untuk mendapatkan bahan makanan pokok. Farida yang merupakan penyintas bencana mengaku harus menempuh perjalanan jauh demi mendapatkan bantuan yang jumlahnya pun sangat terbatas.
"Bantuan datang sedikit, orang berebut. Kadang hanya dapat beras dua mangkok, hanya cukup untuk satu atau dua hari saja. Lauk pauk dan minyak goreng hampir tidak ada," ungkapnya.
Harga BBM Meroket Akibat Jalur Distribusi Terputus
Kelangkaan energi juga memicu lonjakan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang fantastis. Di wilayah tengah Aceh, BBM eceran menembus harga Rp35.000 per liter. Mahalnya harga BBM bukan tanpa alasan. Pedagang harus memanggul jeriken minyak melewati jalur ekstrem naik turun bukit menuju Bener Meriah dan Aceh Tengah.
Salah satu pedagang berharap pemerintah segera membuka akses jalan agar aktivitas perekonomian warga bisa kembali berjalan.
Pemerintah Ungkap Pemulihan Butuh Waktu hingga 3 Bulan
Menanggapi lambatnya penanganan di beberapa titik, pemerintah menyatakan bahwa kondisi alam yang belum stabil menjadi hambatan utama. Proses rehabilitasi infrastruktur diperkirakan tidak bisa selesai dalam hitungan hari.
“Saya telah minta maaf, saya tidak punya tongkat Nabi Musa. Kita tidak bisa selesaikan dalam tiga hari, empat hari, lima hari. Mungkin dua sampai tiga bulan aktivitas akan benar-benar normal,” kata Prabowo saat memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin, 15 Desember 2025.