Modusnya, beras medium yang seharusnya dijual murah karena mendapat subsidi pemerintah, malah dioplos lalu dikemas ulang menjadi beras premium dengan harga jauh lebih mahal.
Akibatnya negara merugi Rp2 triliun per tahun. Tak hanya negara, konsumen juga berpotensi merugi hingga mencapai Rp99 triliun per tahun, karena membayar mahal untuk kualitas beras yang tidak sebanding.
Lebih parah lagi, praktik ini ditemukan di berbagai tempat. Bukan hanya di pedagang-pedagang eceran, beras oplosan juga beredar di minimarket hingga supermarket.
Di tengah sorotan publik, para produsen pun mulai angkat bicara. Beberapa buka suara meski tidak terang-terangan membantah, tapi sebagian memilih diam. Salah satu produsen yang buka suara yaitu PT Sentosa Utama Lestari (SUL). Mereka menyatakan komitmennya terhadap kualitas dan kepatuhan terhadap regulasi.
"Dalam menjalankan operasional bisnis, kami memastikan seluruh proses produksi dan distribusi beras PT SUL dijalankan sesuai dengan standar dan regulasi yang berlaku," ungkap Kadiv Unit Beras PT Sentosa Utama Lestari, Camen Carlo Ongko S.
Tapi hingga kini proses verifikasi dari Satgas Pangan dan Kementerian Pertanian masih terus berjalan. Bahkan ada beberapa produsen lain yang tengah dipanggil oleh pihak kepolisian untuk diperiksa.
Cara Membedakan Beras Asli dan Oplosan
Di tengah maraknya oplosan, sebagai garda terdepan, konsumen wajib mengetahui cara membedakan beras asli dan oplosan untuk melindungi diri dari potensi kerugian akibat membeli beras oplosan.
Berat Kemasan
Jangan ragu untuk menimbang beras yang akan dibeli untuk memastikan berat yang tertera sudah sesuai. Kemasan 5 kg yang ternyata hanya 4,5 kg saat ditimbang bisa menjadi indikasi bahwa produk tersebut tidak sesuai standar. Ini sering ditemukan dalam praktik
beras oplosan.
Label Kualitas
Waspadai produk yang tidak mencantumkan informasi lengkap produsen, tanggal produksi, dan SNI. Banyak beras oplosan yang beredar dengan kemasan menarik, tapi label tidak valid atau menyesatkan.
Label kemasan wajib mencantumkan:
- Merek: Nama atau identitas produk beras yang diperdagangkan.
- Kelas Mutu: Menunjukkan kualitas beras, apakah Premium, Medium, atau Khusus, sesuai dengan standar yang berlaku.
- Berat/Isi Bersih: Jumlah beras dalam kemasan, dinyatakan dalam satuan kilogram (kg) atau gram (gr).
- Tanggal Pengemasan: Kapan beras tersebut dikemas dan tanggal kedaluwarsanya.
- Nama dan Alamat Pengemas/Importir: Informasi tentang pihak yang mengemas atau mengimpor beras tersebut.
- Asal Usul Beras
- Harga Eceran Tertinggi (HET), jika dipersyaratkan
Penampilan Butir Beras
Beras premium umumnya seragam, bening dan utuh. Patut diwaspadai jika menemukan campuran butir-butir yang patah, warnanya belang dan banyak pecahan. Sebab bisa jadi ini indikasi beras oplosan.
Harga
Harga terlalu murah atau malah terlalu mahal (jauh di atas HET), bisa jadi pertanda kecurangan. Sebagai catatan, harga eceran tertinggi untuk wilayah Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, NTB, dan Sulawesi sebesar Rp14.900/Kg dan beras medium Rp12.500/kg.
Sementara itu untuk wilayah Sumatera lainnya, harga eceran tertinggi untuk beras premium adalah Rp15.400/Kg dan beras medium Rp13.100/Kg. Sedangkan kalau di Maluku dan Papua di Timur Indonesia, HET untuk beras premium Rp15.800/Kg dan untuk beras medium Rp13.500/Kg.
Membeli dari Produsen Resmi
Pastikan membeli dari merek terverifikasi dan pengecer terpercaya dan distributor resmi. Perlu diingat, jangan mudah tergiur promo atau label diskon yang bombastis.
Kasus ini pemirsa tentu menjadi pengingat bahwa terkait dengan pangan ini bukan sekedar soal isi perut, tapi juga soal keadilan dan transparansi. Negara wajib menindak kalau ada penyelewengan.
Tapi publik tidak bisa hanya menunggu. Konsumen punya peran penting untuk kritis, cermat, dan tidak mudah percaya. Jangan lupa juga laporkan kalau menemukan kecurigaan beras di pasaran.