20 January 2025 10:42
Presiden Prabowo Subianto telah memberikan amanat terkait kontroversi pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di Kabupaten Tangerang, Banten. Perintah Presiden yang disampaikan oleh Ketua MPR sekaligus Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani adalah untuk menyegel, mencabut, dan mengusut pemasang pagar berupa cerucuk bambu setinggi 6 meter itu.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 9 Januari mulai menyegel pemagaran laut tersebut. Lalu, pada Sabtu (18/1), sebanyak 600 personel TNI Angkatan Laut mendatangi kawasan garis pantai Tanjung Pasir untuk membongkar pagar tersebut. Estimasinya, personel TNI yang dibantu nelayan akan mampu membongkar puluhan kilometer pagar itu dalam tempo 10 hari.
Namun, rupanya tidak ada koordinasi antarinstansi pemerintah terkait dengan eksekusi atas perintah Presiden tersebut. Itu terlihat dari sikap yang ditunjukkan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono yang berbeda 180 derajat dengan sikap TNI AL. Ia mengaku tidak tahu aksi pembongkaran itu dan justru mendorong agar pencabutan pagar laut itu ditunda.
Permintaan Trenggono dibalas lagi oleh Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto yang kembali menegaskan pembongkaran pagar laut di Tangerang merupakan arahan langsung dari Presiden Prabowo. Karena itu pembongkaran akan terus dilanjutkan.
Polemik perihal itu muncul karena sampai saat ini belum jelas siapa bohir alias pendana pembangunan pagar yang ditaksir menghabiskan dana Rp1,5 miliar itu. Dalam logika hukum, keberadaan pagar laut yang ada saat ini adalah barang bukti dari kegiatan yang ilegal. Dengan landasan itu sejumlah pihak meminta agar hasrat untuk membongkar sebaiknya ditahan dulu menunggu pembuktian siapa aktor pemasang pagar tersebut.
Akan tetapi, dengan memakai logika yang lain, banyak yang mengapresiasi aksi TNI AL membongkar pagar laut. Salah satunya ialah untuk mencegah kerugian yang lebih besar lagi yang mesti ditanggung nelayan. Sekarang ini saja, nelayan harus menombok karena mesti mengambil jalur memutar menuju lokasi penangkapan ikan akibat terhalang pagar. Ombudsman Banten menaksir total kerugian nelayan sejauh ini mencapai Rp9 miliar.
Sikap yang berbeda bak dua kutub magnet antara KKP dan TNI AL justru semakin membuat publik bertanya-tanya. Apakah persoalannya ada di pemaknaan dari setiap instansi yang berbeda atau karena memang tidak ada koordnasi di antara lembaga itu, atau lantaran Presiden Prabowo memang memberikan perintah berbeda-beda?
Bila mengacu dari beragam pernyataan dalam konteks yang berbeda, Presiden selalu menekankan sikapnya yang berpihak ke publik. Dengan begitu, kiranya tidak mungkin Kepala Negara berpendapat plin-plan atau berubah-ubah. Apalagi, Presiden paling tidak menyukai pemborosan keuangan negara.
Perbedaan pendapat soal perlu atau tidaknya pembongkaran dilakukan saat ini hendaknya tidak membuat pemerintah kehilangan fokus untuk mengusut setuntas-tuntasnya siapa pemasang pagar itu. Aktor intelektualnya harus diungkap, pendananya mesti bisa dijerat pasal-pasal yang berlaku.
Jangan seperti yang sudah-sudah, berpuas diri dengan mengungkap pelaku lapis paling bawah, mentang-mentang mereka yang paling mudah dikorbankan. Jangan sampai sekelompok kecil masyarakat pelaku kejahatan berpandangan bisa bertindak sesuka hati. Negara jangan kalah berhadapan dengan kaum kriminal, termasuk mereka yang pelaku kriminal berkantong tebal.
Namun, jangan pula karena dalih hendak mengusut tuntas justru memperlama penanganannya. Apalagi, sengaja melambankan penanganan dengan harapan publik lupa. Publik ingin permasalahan itu bisa dituntaskan secara seksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya, sebagaimana semangat pendiri bangsa ini saat hendak memproklamasikan kemerdekaan negara tercinta, Indonesia.