6 January 2025 22:13
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi babak baru dalam perjalanan demokrasi Indonesia.
Menggunakan ambang batas pengusulan pasangan calon presiden berdasarkan persentase perolehan suara atau kursi di DPR dianggap MK memaksakan logika sistem parlementer dalam praktik sistem presidensial. Langkah penghapusan ambang batas ini dinilai membuka peluang lebih banyak lagi calon pemimpin yang lahir dari aspirasi rakyat, bukan sekadar hasil kompromi para elite partai.
Di sisi lain, keputusan ini menantang partai politik untuk lebih independen, fokus pada kaderisasi, dan memprioritaskan calon yang benar-benar mewakili kepentingan publik.
Putusan MK bersifat final dan mengikat sehingga harus menjadi pedoman mutlak bagi pembuat undang-undang. Namun, ada potensi terjadi tarik menarik kepentingan di DPR karena tidak semua fraksi menyambut baik penghapusan ambang batas presidential threshold.
Lalu bagaimanakah mengawal revisi UU Pemilu dan UU Pilkada memuat substansi putusan MK secara utuh dan konsisten?