Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo. Foto: dok BI.
Naufal Zuhdi • 23 April 2025 15:52
Jakarta: Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menyebut, pengumuman kebijakan tarif resiprokal AS awal April 2025, serta langkah retaliasi oleh Tiongkok dan kemungkinan dari sejumlah negara lain meningkatkan fragmentasi ekonomi global dan menurunnya volume perdagangan dunia.
"Akibatnya, pertumbuhan ekonomi dunia pada 2025 diprakirakan akan menurun dari 3,2 persen menjadi 2,9 persen dengan penurunan terbesar terjadi di AS dan Tiongkok sejalan dengan dampak perang tarif kedua negara tersebut," kata Perry saat Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Rabu, 23 April 2025.
Pertumbuhan ekonomi di negara maju dan negara berkembang lainnya, sambung Perry, juga diprakirakan akan melambat, dipengaruhi dampak langsung dari penurunan ekspor ke AS dan dampak tidak langsung dari penurunan volume perdagangan dengan negara-negara lain.
"Perang tarif dan dampak negatifnya terhadap penurunan pertumbuhan AS, Tiongkok, dan ekonomi dunia memicu peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global serta mendorong perilaku risk aversion pemilik modal," ungkapnya.
Di sisi lain, Yield US Treasury akan menurun dan indeks mata uang dolar AS terhadap berbagai mata uang dunia (DXY) melemah, di tengah peningkatan ekspektasi penurunan Fed Funds Rate (FFR).
Kemudian, aliran modal dunia bergeser dari AS ke negara dan aset yang dianggap aman (safe haven asset), terutama ke aset keuangan di Eropa dan Jepang serta komoditas emas. Sementara itu, aliran keluar modal global dari negara berkembang masih berlanjut sehingga memberikan tekanan terhadap pelemahan mata uangnya.
"Memburuknya kondisi global tersebut memerlukan penguatan respons dan koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan eksternal, mengendalikan stabilitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri," ungkap Perry.
Baca juga:
BI Masih Betah Pertahankan Suku Bunga Acuan di 5,75% |