Ilustrasi kebakaran lahan. Dokumentasi/ istimewa
Pekanbaru: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengikuti Apel Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan Nasional Tahun 2025 di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, Riau, Selasa, 29 April 2025. Apel ini dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan.
Menko Polkam Budi Gunawan menjelaskan berdasarkan data early warning yang dirilis oleh BMKG, musim kemarau tahun ini akan dimulai secara bertahap mulai dari April hingga September 2025.
Namun demikian dari hasil monitoring satelit memperlihatkan adanya hotspot yang terbentuk di beberapa wilayah seperti Aceh, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
"Khusus di Provinsi Riau sudah dinyatakan sebagai wilayah darurat Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) karena hingga hari ini sudah ada 81 hektare lahan dan hutan yang terbakar. Ada 144 titik api yang tedeteksi dari hasil pengejaan secara fakta di lapangan," jelas Budi Gunawan, Selasa, 29 April 2025.
Budi menjelaskan berdasarkan arahan Presiden Prabowo Subianto seluruh pihak dan stakeholder untuk bersama menjaga jangan sampai ada karhutla yang meluas hingga menyebabkan banyak kerugian bagi masyarakat Indonesia seperti kerusakan lingkungan, kesehatan, dan menganggu stabilitas Kawasan hingga reputasi Indonesia di mata dunia internasional.
Untuk itu, apel ini diharapkan sebagai bentuk aksi dini melakukan mitigasi bencana karhutla sejak awal agar mudah ditanggulangi. Karena pada dasarnya, pencegahan adalah cara paling efektif dibandingkan upaya-upaya untuk memadamkan api setelah membesar.
Sebagai langkah konkret, Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) juga akan dilakukan di Provinsi Riau mulai 1 Mei mendatang, water bombing, pengisian embung, kanal, parit, dan melakukan patroli helicopter secara berkala.
Sementara Plt. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan khusus Provinsi Riau yang menjadi tantangan adalah secara alamiah akan mengalami musim kemarau sebanyak dua kali dan ini perlu diantisipasi. Berdasarkan hasil analisis, Riau akan mengalami kemarau pada Februari-Maret dan Mei, Juni, Juli, Agustus menjadi puncaknya, dan kemungkinan mencapai September.
“Sehingga periode mengalami hotspot itu akan lebih sering dari wilayah lainnya secara alamiah. Dan tadi kalau sudah diprediksi dalam proyeksi mingguan meskipun (tidak ada) pembakaran pun akan terbakar karena adanya angin dan gesekan ranting,” kata Dwikorita.