Papua: Organisasi Papua Merdeka (OPM) disebut telah menyebar informasi menyesatkan usai serangan terhadap masyarakat asli papua dan warga pendatang yang mereka lakukan akhir-akhir ini.
Tokoh masyarakat sekaligus rohaniwan Pendeta Markus Nop mengecam penyebaran fitnah terhadap TNI mengingat OPM lah yang selama ini menjadi pelaku utama serangan dan teror terhadap masyarakat Pegunungan Bintang, Provinsi Papua Pegunungan.
"Mereka yang membakar sekolah, mengancam guru, tapi malah menuduh TNI mengebom desa. Itu bohong besar. Kami tahu siapa yang sebenarnya membuat kerusakan di sini," kata Markus di Pegunungan Bintang, Jumat, 10 Oktober 2025.
Markus menegaskan fitnah penggunaan pesawat dan bom dalam sejumlah kegiatan kemanusiaan di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua Pegunungan, sangat menyesatkan.
Hal itu langsung dibantah oleh tokoh-tokoh masyarakat dan agama di Distrik Kiwirok yang memastikan serta menyaksikan keberadaan TNI di bawah kendali Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) III tengah melaksanakan misi kemanusiaan, bukan operasi militer apalagi membumihanguskan wilayahnya dengan pesawat bom.
Menurut Markus Tindakan tersebut adalah strategi lama OPM untuk menutupi tindakan brutal mereka sendiri, sekaligus menggiring opini publik khususnya masyarakat Papua agar membenci negara.
Melalui unggahan video editan dan narasi menyesatkan, OPM mencoba menggiring simpati publik internasional sambil menutupi aksi kejahatan kemanusiaan terhadap warga sipil termasuk orang asli Papua.
"Saya jadi teringat peristiwa pilu September 2021 silam di desa kami. Usai bakar puskesmas, OPM melecehkan seluruh nakes (tenaga kesehatan) di mana salah seorang nakes, Ibu Gabriela Meilan, kita temukan tewas mengenaskan di jurang sedalam 500 meter," ungkap Markus.
Senada dengan Markus, Kepala Distrik Kiwirok, Yulianus Kalakmabin, menegaskan tuduhan terhadap TNI adalah pemutarbalikan fakta, di mana OPM-lah yang menjadi pelaku tunggal teror selama ini.
“Saya melihat sendiri bagaimana Kogabwilhan III membantu warga, terutama para guru yang ketakutan akibat pembakaran sekolah. Tidak ada bom, tidak ada pesawat tempur. Yang ada adalah bantuan dan perlindungan,” ungkap Yulianus.
Kejadian di Kiwirok ini kembali menunjukkan pola lama OPM yang sering menggunakan informasi palsu dan propaganda digital untuk menggiring opini publik.
Prajurit TNI di bawah kendali Kogabwilhan III, hadir di Kiwirok bukan untuk berperang, melainkan untuk menolong, melindungi dan memulihkan kehidupan masyarakat.
Yulianus pun mengimbau masyarakat internasional khususnya Papua, untuk lebih waspada terhadap berita tidak jelas sumbernya. Hoaks seperti tuduhan TNI menggunakan bom hanyalah bagian dari strategi kelompok separatis untuk menutupi aksi kekerasan mereka sendiri.
“Hoaks adalah senjata baru kelompok separatis. Mereka ingin menciptakan ketakutan dan perpecahan. Tapi masyarakat Papua sudah cerdas, kami tahu siapa yang benar-benar bekerja untuk rakyat,” ujar Yulianus.