Turki Abaikan Kritik Asing Usai Tahan Sekitar 1.900 Demonstran

Pasukan keamanan Turki menindak demonstran. Foto: Xinhua

Turki Abaikan Kritik Asing Usai Tahan Sekitar 1.900 Demonstran

Fajar Nugraha • 28 March 2025 18:05

Istanbul: Pemerintah Turki menegaskan penolakannya terhadap kritik internasional terkait penahanan Wali Kota Istanbul, Ekrem Imamoglu, dan gelombang protes yang menyertainya. Menteri Kehakiman, Y?lmaz Tunç, dalam keterangan pers pada Kamis, 27 Maret 2025 menyatakan 1.879 orang telah ditahan dalam demonstrasi anti-pemerintah terbesar dalam satu dekade terakhir.

“Proses hukum terhadap ?mamoglu murni berdasar bukti pelanggaran korupsi, tanpa campur tangan politik,” tegas Tunç melalui penerjemah, dikutip dari Asia One, Jumat, 28 Maret 2025.

Pernyataan ini menanggapi kecaman berbagai negara Barat dan organisasi HAM yang menilai kasus ini sebagai upaya politik Presiden Recep Tayyip Erdo?an menyingkirkan rival utamanya menjelang pemilu 2028.

Aksi protes yang dimulai sejak 19 Maret lalu semakin memanas setelah penahanan tujuh wartawan lokal yang meliput demonstrasi, termasuk deportasi koresponden BBC, Mark Lowen, dengan alasan “ancaman ketertuban umum”.

Pihak berwenang juga mencabut izin siar selama 10 hari untuk stasiun TV oposisi SZC TV dan menjatuhkan denda terhadap tiga saluran oposisi lainnya karena dianggap menghasut kebencian melalui pemberitaan mereka.

Menteri Dalam Negeri, Ali Yerlikaya, mengungkapkan dari total yang ditahan, 260 orang telah dijebloskan ke penjara, 489 dibebaskan, dan 662 masih dalam proses hukum. Sedikitnya 150 polisi dilaporkan terluka dalam bentrokan dengan demonstran yang menggunakan gas air mata dan pentungan.


Respons internasional dan dampak politik

Presiden Prancis, Emmanuel Macron, mengecam keras apa yang disebutnya sebagai “serangan sistematis terhadap kebebasan” di Turki. “Eropa membutuhkan Turki yang menghormati komitmen demokratisnya,” tegas pemimpin Prancis tersebut. Kritikan ini dibalas Tunç dengan menyebut berbagai indeks kebebasan pers internasional tidak mencerminkan realita sebenarnya di Turki.

Partai Rakyat Republik (CHP) sebagai partai oposisi utama terus mendorong aksi protes, sementara Erdo?an mencap demonstrasi sebagai “pertunjukan” yang akan berujung konsekuensi hukum. Pemilihan walikota sementara Istanbul dari kalangan CHP berhasil mencegah intervensi pemerintah pusat untuk menunjuk wali amanat, yang selama ini kerap dilakukan di provinsi lain.

Gejolak politik ini telah memberikan tekanan signifikan terhadap stabilitas ekonomi Turki. Nilai lira terus melemah hingga memaksa Bank Sentral Turki turun tangan dengan menggelontorkan cadangan devisa untuk menstabilkan mata uang nasional. Pasar modal juga menunjukkan volatilitas tinggi dengan indeks Borsa Istanbul mengalami fluktuasi tajam seiring ketidakpastian politik.

Bank Sentral dalam pernyataanya mengakui adanya gangguan pasar jangka pendek, namun menegaskan fundamental ekonomi tetap kuat. Pemerintah memperkirakan dampak ini bersifat sementara, meski analis memperingatkan potensi kerugian jangka panjang jika krisis politik berlarut-larut.


Prospek politik menjelang Pemilu 2028

Kasus ?mamo?lu diprediksi akan menjadi titik balik dalam peta politik Turki menyongsong pemilu 2028. Presiden Erdo?an yang telah memimpin selama lebih dari dua dekade harus mempertimbangkan amendemen konstitusi jika ingin mencalonkan diri kembali, mengingat batas masa jabatan yang berlaku saat ini.

Sementara itu, gelombang protes diperkirakan akan terus berlanjut seiring pembatasan kebebasan sipil yang semakin ketat. “Kami dihukum hanya karena melakukan pekerjaan kami,” keluh Özgür Çakmakç?, Pemimpin Redaksi SZC TV yang mendapat sanksi penghentian siaran, mencerminkan suasana represif terhadap media kritis di Turki saat ini.
(Muhammad Adyatma Damardjati)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Fajar Nugraha)