Dewan Pers rilis pedoman penggunaan AI dalam Jurnalisme, 24 Januar 2025. (Dewan Pers Official/Youtube)
Riza Aslam Khaeron • 9 February 2025 14:52
Jakarta: Pada peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2025 yang berlangsung hari ini, isu penggunaan Artificial Intelligence (AI) atau Kecerdasan Buatan kembali menjadi sorotan. Sebelumnya, Dewan Pers pernah menyoroti isu ini dan merilis Peraturan Dewan Pers Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pedoman Penggunaan Kecerdasan Buatan dalam Karya Jurnalistik.
Pedoman ini sebelumnya telah ditetapkan pada 24 Januari 2025 dan menekankan pentingnya penggunaan AI yang etis, akuntabel, dan sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Ketua Dewan Pers, Dr. Ninik Rahayu, menjelaskan bahwa pedoman ini dirancang untuk memastikan bahwa penerapan teknologi AI di media tidak mengorbankan integritas jurnalistik. “AI dapat menjadi alat yang mendukung efisiensi kerja jurnalistik, tetapi harus tetap di bawah kendali manusia dan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar jurnalistik,” ujar Ninik dalam konferensi pers yang berlangsung pada Jumat, 24 Januari 2025.
Hal-Hal yang Dilarang
Dewan Pers menetapkan sejumlah larangan eksplisit dalam penggunaan AI untuk jurnalistik. Berikut ini larangan-larangan utama yang dirumuskan dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 1 Tahun 2025:
1. Tidak Ada Kontrol Manusia (Pasal 2 Ayat 2): Karya jurnalistik yang menggunakan kecerdasan buatan harus tetap melibatkan kontrol manusia dari awal hingga akhir proses produksi.
2. Melanggar Kode Etik Jurnalistik (Pasal 2 Ayat 1): Semua karya jurnalistik berbasis kecerdasan buatan harus berpedoman pada KEJ dan tidak boleh menyimpang dari prinsip-prinsip etika.
3. Konten yang Tidak Terverifikasi (Pasal 3 Ayat 1-2): Data, informasi, gambar, suara, video, atau bentuk lain yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan harus diverifikasi akurasi dan keabsahannya, baik dengan teknologi maupun konfirmasi pihak berkompeten.
4. Melanggar Hak Cipta atau Peraturan Terkait Lainnya (Pasal 3 Ayat 3): Harus berhati-hati dalam memperlakukan konten yang dihasilkan kecerdasan buatan agar tetap menghormati hak cipta dan peraturan yang berlaku.
5. Konten Beritikad Buruk atau Tidak Etis (Pasal 3 Ayat 4-5): Karya jurnalistik tidak boleh mengandung unsur cabul, kebohongan, fitnah, sadisme, atau diskriminasi terhadap SARA, gender, warna kulit, bahasa, kondisi ekonomi, atau penyandang disabilitas.
6. Personalisasi Tanpa Izin (Pasal 5 Ayat 2): Personalisasi (seperti avatar atau gambar menyerupai figur tertentu) yang menyerupai individu tertentu harus mendapatkan izin dari individu tersebut atau ahli warisnya.
7. Pemalsuan Suara Tanpa Izin (Pasal 5 Ayat 4): Sulih suara dan sintesis suara hasil personalisasi kecerdasan buatan harus mendapat persetujuan dari pemilik suara asli.
8. Penggunaan Kecerdasan Buatan yang Tidak Transparan (Pasal 6): Setiap karya jurnalistik yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan harus mencantumkan keterangan yang jelas terkait penggunaannya, terutama jika berdampak signifikan.
9. Melanggar Privasi atau HAM (Pasal 8 Ayat 2): Teknologi kecerdasan buatan yang digunakan harus menghormati hak privasi dan hak asasi manusia.
Sengketa karya jurnalistik yang menggunakan kecerdasan buatan diselesaikan melalui mekanisme di Dewan Pers sesuai
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sebagaimana tercantum dalam Pasal 9 Ayat 1 Peraturan ini.