Candra Yuri Nuralam • 1 October 2025 19:28
Jakarta: Adam Rachmat Damiri, berencana mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). Direktur Utama PT ASABRI periode 2012-2016 itu divonis 16 tahun dalam tingkat kasasi atas kasus dugaan korupsi pengelolaan dana di perusahaan tersebut.
Kuasa hukum Adam Damiri, Deolipa Yumara, mengatakan alasan pengajuan PK itu lantaran temuan bukti baru atau novum. Salah satu bukti baru dijelaskan Deolipa, yakni kekeliruan majelis hakim dalam memutus perkara korupsi tersebut.
"Majelis hakim secara keliru mengambil keputusan yang sifatnya kumulatif atau dasarnya tidak kuat yang diputuskan kemudian dijatuhkan kepada seorang Adam Damiri," kata Deolipa dalam jumpa di Jakarta Selatan, Rabu, 1 Oktober 2025.
Kekeliruan itu menurut Deolipa, lantaran hakim menggabungkan kerugian keuangan negara yang terjadi di perusahaan itu. Yakni, kerugian dalam dua periode yang berbeda.
Dalam periode 2010-2020 kata Deolipa terdapat dua jabatan Direktur Utama berbeda. Yaknim Adam Damiri di periode 2012-2016 dan Sonny Widjaja periode 2016-2020.
Adapun dalam putusannya, majelis hakim sebelumnya menyatakan Adam Damiri telah merugikan keuangan negara Rp 22,78 triliun.
“Total loss Rp 22,78 triliun seakan-akan semua dibebankan ke Adam Damiri. Padahal, di masa kepemimpinan beliau hanya sekitar Rp 2,6 triliun (yang dianggap kurugian) dan sahamnya masih ada. Ini dzalim, apalagi klien kami sudah berusia 76 tahun,” kata Deolipa.
Kerugian itu, kata dia, ditambah saham yang masih ada dan masih untung ketika dijual. Alasan itu, kata Deolipa, menguatkan pengajuan PK ke Mahkamah Agung.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung tanggal 29 Agustus 2025, nama-nama yang disebut sebagai pelaku utama justru adalah Ilham Wardana Siregar (Kepala Divisi Investasi 2012–2019, almarhum), Sony Wijaya (Dirut 2016–2020), dan Hari Setianto (Direktur Investasi dan Keuangan 2014–2019).
Deolipa menegaskan perjuangan hukum ini bukan hanya untuk membela Adam Damiri. Tetapi, untuk memperbaiki kekeliruan hukum yang berpotensi menjadi preseden buruk.
“Kita sepakat bahwa korupsi harus diberantas. Tapi berantaslah yang benar-benar koruptor, bukan orang yang dalam faktanya bukan koruptor,” kata Deolipa.