Pertemuan Menlu ASEAN bersama dengan Menlu Tiongkok Wang Yi di Malaysia. Foto: Myasean
Kuala Lumpur: Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok melontarkan sindiran terselubung satu sama lain dalam pertemuan terpisah dengan negara-negara anggota ASEAN pada Kamis, 10 Juli 2025. Mereka sambil menyatakan komitmen masing-masing untuk terus mendukung kawasan yang semakin strategis di tengah ketidakpastian global.
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, dalam forum post-ministerial dengan ASEAN, menyoroti klaim tumpang tindih di Laut China Selatan serta menuding praktik dagang Tiongkok yang dinilai tidak adil. Sementara itu, Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi menyerukan penyelesaian damai atas perselisihan dagang dan memperingatkan agar Asia tidak dijadikan ajang konfrontasi kekuatan besar.
Dalam kunjungan perdananya ke Asia sebagai Menlu, Rubio menekankan bahwa kawasan Asia Tenggara tetap menjadi “titik fokus” kebijakan luar negeri AS di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump.
“Cerita 50 tahun ke depan akan banyak ditulis di kawasan ini,” kata Rubio. Ia menyebut komitmen AS tetap kuat terhadap ASEAN, termasuk melalui dukungan pada kebebasan navigasi dan supremasi teknologi seperti kecerdasan buatan (AI).

Menlu AS Marco Rubio di pertemuan ASEAN di Malaysia. Foto: Myasean
Namun, dukungan tersebut dibayangi oleh berakhirnya penangguhan tarif selama 90 hari oleh Presiden Trump pada Rabu lalu. Malaysia kini menghadapi tarif 25%, sementara Indonesia 32%, Thailand dan Kamboja 36%, serta Laos dan Myanmar 40%.
Meski tak menyinggung tarif secara langsung di forum ASEAN, Rubio mengatakan kepada media bahwa negara-negara Asia Tenggara "mungkin akan mendapat tarif yang lebih baik" dibanding kawasan lain. Ia juga menekankan pentingnya mencegah penyelundupan teknologi sensitif AS melalui negara ketiga.
Rubio mengklaim perdagangan AS-ASEAN mendukung 1,1 juta lapangan kerja di kawasan, dan perusahaan-perusahaan ASEAN yang beroperasi di AS berkontribusi besar terhadap riset dan ekspor AS.
Wang Yi Serukan Tata Dunia yang Lebih Adil
Melansir dari
Channel News Asia, Jumat, 11 Juli 2025, dalam pertemuan terpisah dengan ASEAN, Wang Yi menyampaikan bahwa dunia tengah berada dalam kekacauan dan menyerukan sistem global yang lebih adil serta inklusif.
“Kita harus mendorong globalisasi ekonomi yang menguntungkan semua pihak, dan menolak konfrontasi blok,” ujarnya, dalam nada yang secara tidak langsung mengkritik kebijakan tarif AS yang dianggap sepihak.
Wang menekankan bahwa Laut China Selatan adalah rumah bersama negara-negara kawasan, bukan arena pertarungan kekuatan besar. Ia mengklaim pembahasan Kode Etik Laut China Selatan telah memasuki tahap akhir, dan Tiongkok siap memperluas kerja sama maritim dengan ASEAN, termasuk dalam perlindungan lingkungan laut dan penegakan hukum.
Tiongkok juga menekankan kerja sama lintas kawasan, merujuk pada keberhasilan KTT ASEAN-Gulf Cooperation Council, serta memaparkan kemajuan dalam perundingan FTA China-ASEAN versi 3.0 yang akan ditandatangani akhir tahun ini.
Pertemuan Lain
Selain AS dan Tiongkok, ASEAN juga menggelar pertemuan post-ministerial dengan Australia, Kanada, India, Jepang, Korea Selatan, Rusia, dan negara lainnya.
Rubio mengatakan AS telah mengusulkan deklarasi pemimpin East Asia Summit untuk memberantas pusat penipuan daring, serta menyatakan bahwa gencatan senjata di Gaza sudah semakin dekat.
“Sebagian besar elemen kesepakatan sudah ada, dan perundingan implementasi akan segera dimulai,” ujarnya, seraya mengapresiasi peran Mesir dan Qatar.
Sementara itu, Menlu Rusia Sergey Lavrov menyebut ASEAN sebagai mitra yang “dapat diandalkan dan sejalan,” serta menegaskan bahwa kerja sama ASEAN-Rusia memperkuat stabilitas kawasan Asia-Pasifik.
Forum ASEAN tahun ini yang bertemakan “Inklusivitas dan Keberlanjutan” berlangsung dari 8 hingga 11 Juli di Kuala Lumpur, di tengah tekanan global dan persaingan strategis antarnegara besar.
Meski dibayangi tarik menarik geopolitik, baik AS maupun Tiongkok menyatakan dukungan pada sentralitas ASEAN sebagai poros stabilitas kawasan. Kini, tantangan bagi ASEAN adalah mempertahankan relevansi dan independensinya di tengah perebutan pengaruh yang makin intens.
(Muhammad Reyhansyah)