Penanda SMK Darma Bhakti Sedayu yang berbagi gedung dengan Taman Kanak-kanak.
Yogyakarta: Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara berkala memantau sekolah-sekolah yang menghadapi masa sulit. Sebagian besar sekolah yang dalam situasi sulit merupakan sekolah swasta.
"SMA/K walaupun swasta pembinaannya di provinsi terkait manajemen pengaturan kewenangan sekolah dan yayasan termasuk jumlah siswa dan segala macam," kata Kepala Disdikpora DIY, Didik Wardaya, dihubungi, 3 Mei 2024.
Ia mengatakan pengelolaan sekolah memang tergantung SDM di internal, termasuk yayasan apabila sekolah swasta. Meski beberapa sekolah, seperti SMK Darma Bhakti Sedayu, SMA 17 Yogyakarta, dan SMA Dr Wahidin, siswanya sangat sedikit masih bisa ada jalan.
"Tergantung strategi masing-masing sekolah. Kita mencoba supaya sekolah itu tetap bisa mendapatkan siswa," ujarnya.
Ia menyebut pelayanan yang baik menjadi kunci dalam pengelolaan sekolah, termasuk swasta. Meski disertai persaingan dengan lembaga pendidikan lain, ia menyebut banyak sekolah yang sempat jaya dengan ratusan siswa kian merosot.
Didik mencontohkan SMA 17 Yogyakarta yang pernah besar sebelum diterpa berbagai masalah. Sekolah di pusat Kota Yogyakarta tersebut diterpa masalah internal yayasan dan persaingan eksternal sehingga kian sulit bertahan.
"Banyak sekolah yang dulu jaya karena tak adaptasi dengan perkembangan justru semakin turun. Itu cukup banyak, seperti SMA 17 itu dulu banyak siswanya. Sekarang muncul sekolah yang baru dan kelengkapan fasilitas relatif lebih siap sehingga banyak diminati masyarakat," ujarnya.
Menurut dia, saat ini sekolah swasta seakan berkembang menjadi kelompok sekolah maju banyak siswa bahkan nolak, ada juga sekolah kesulitan siswa. Dalam situasi demikian, ia mengingatkan supaya pengelola memikirkan hidupnya sekolah meski juga dibantu keuangan melalui dana BOS dari pemerintah.
"Itu kembali tergantung masing-masing yayasan. Ada yayasan yang menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah. Ini kalau sekoleh seperti ini berat kalau tak ada campur tangan masyarakat pendiri sekolah itu," kata dia.
Ia menambahkan solusi
penggabungan (merger) atau penutupan sekolah perlu proses serta pertimbangan matang. Apabila ditutup, harus memperhatikan kelanjutan peserta didik yang masih ada. Sementara, apabila merger harus atas rekomendasi kepala daerah serta kesepakatan masing-masing yayasan yang menaungi.
"Siapa tahu dengan cara itu, dengan perbaikan manajemen bisa menjadi lebih besar. Itu salah satu cara kita, tapi ada kadang yayasan berpikir tidak mau bergabung. Yayasan yang sejenis saya sulit diajak gabung," ungkapnya.
Sebelumnya, SMK Darma Bhakti Sedayu, SMA 17 Yogyakarta, dan SMA Dr Wahidin, tengah dalam situasi sulit. Ketiga sekolah tersebut hanya memiliki sedikit siswa. SMK Darma Bhakti hanya 4 siswa, SMA 17 Yogyakarta dan SMA Dr Wahidin hanya belasan murid. Siswa sedikit itu menyebabkan sulitnya bertahan karena finansial sangat terpengaruh.