Pasar negara berkembang. Foto: Unsplash.
Arif Wicaksono • 26 December 2023 15:56
Jakarta: Kepala strategi mata uang global, suku bunga, dan pasar negara berkembang (EM) Goldman Sachs Group Kamakshya Trivedi telah memetik dua pelajaran utama dari salah satu keputusan buruk terbesar. Yakni pertaruhan terhadap booming pembukaan kembali Tiongkok pascapandemi.
Pada awal tahun, Goldman termasuk di antara bank-bank Wall Street yang menaruh harapan mereka untuk 2023 yang cerah. Salah satunya adalah pemulihan di Tiongkok, dengan para ahli strategi termasuk Kinger Lau memperkirakan kenaikan sebesar 15 persen di pasar saham Tiongkok. Sebaliknya, saham-saham Tiongkok turun lebih dari 15 persen, sementara banyak pasar negara berkembang baik-baik saja.
"Pelajaran pertama adalah Anda ingin memperlakukan EM dan EM di luar Tiongkok secara berbeda," kata Kamakshya Trivedi, dilansir The Business Times, Selasa, 26 Desember 2023.
Dia menuturkan, aset Tiongkok tidak berkorelasi dengan banyak aset negara berkembang lainnya selama beberapa waktu. Hal ini berlaku pada sisi ekuitas dan juga sisi pendapatan tetap.
Pelajaran kedua, katanya, adalah mengenai ketahanan negara-negara berkembang, bahkan dalam menghadapi siklus kenaikan suku bunga yang agresif oleh The Fed, penguatan dolar AS, dan perlambatan Tiongkok.
"Ini adalah kombinasi keadaan yang sangat buruk bagi aset-aset negara berkembang dan meskipun demikian, aset-aset negara berkembang memiliki kinerja yang tangguh” tegas dia.
Faktanya, selain Tiongkok, saham-saham negara berkembang telah menguat sebesar 16 persen tahun ini, dibandingkan dengan hanya 4,4 persen pada indeks acuan pasar negara berkembang MSCI yang mencakup saham Tiongkok, dan menyumbang hampir 30 persen dari total indeks.
"Dari sudut pandang pasar negara berkembang, kekecewaan terbesar adalah berlanjutnya perlambatan yang kita lihat di Tiongkok meskipun valuasinya murah, dan hal ini menjadi hambatan bagi aset negara berkembang sepanjang tahun," kata Trivedi.