India. Foto: Unsplash.
Mumbai: India melarang pemberi pinjaman berinvestasi pada dana investasi alternatif (AIF) yang memiliki saham pada peminjamnya.
Bank Sentral India (RBI) mengatakan praktek membatasi kegiatan shadow banking ini dirancang untuk mencegah penumpukan aset yang tidak stabil dalam sistem keuangan.
Pemimpin Layanan Keuangan di Ernst & Young India Abizer Diwanji mengatakan RBI mengkhawatirkan potensi terjadinya kredit macet, peningkatan pinjaman tanpa jaminan, dan hubungan yang lebih erat antara AIF dan entitas yang diatur, yang semuanya dapat berpotensi menimbulkan tekanan di sektor keuangan.
"Sangat kecil kemungkinannya pemberi pinjaman dapat menemukan pembeli untuk saham mereka dalam 30 hari ke depan, yang akan menyebabkan kerugian karena mereka membuat penyisihan penuh dan menanggung kerugian mark-to-market," tambah dia dikutip dari
The Business Times, Rabu, 27 Desember 2023.
"Beberapa dari entitas ini, khususnya pemberi pinjaman bayangan, mungkin harus mengumpulkan dana segar setelah modal mereka habis karena pencadangan tersebut," jelas dia.
Sementara itu, Gubernur RBI Shaktikanta Das dalam laporan stabilitas keuangan pada Desember lalu menuturkan benih kerentanan sering kali muncul pada saat-saat baik ketika risiko cenderung diabaikan.
"Kami tidak menunggu sampai terjadi kebakaran baru kemudian bertindak. Kehati-hatian setiap saat harus menjadi filosofi panduan, baik bagi regulator maupun entitas yang diatur," tegas dia.
Dewan Sekuritas & Bursa India, regulator pasar modal negara itu (Sebi), telah mengidentifikasi puluhan kasus yang melibatkan miliaran dolar di mana AIF digunakan untuk menghindari peraturan.
Anggota tetap SEBI Ananth Narayan mengatakan setiap pengelakan peraturan keuangan oleh pemberi pinjaman besar perlu ditangani dengan menerapkan pembatasan yang seimbang pada mereka yang mematuhinya.
Tanggapan pelaku industri
Para pengacara dan analis mengatakan pengelola dana investasi alternatif mungkin akan mengalami peningkatan biaya dan peraturan akan mempersulit pengumpulan dana di masa depan.
“Ini adalah pukulan telak bagi industri ini,” kata Partner di Economic Laws Practice, sebuah firma hukum Vinod Joseph
CEO Kotak Strategic Situations Fund Eshwar Karra menuturkan sebaiknya ketentuan ini hanya untuk investasi di perusahaan yang tujuan akhirnya adalah untuk membiayai kembali utang yang ada dan bukan untuk pertumbuhan.
Tujuh pemberi pinjaman bayangan terbesar di negara ini telah menginvestasikan sekitar USD1,35 miliar pada apa yang disebut AIF. Saham perusahaan-perusahaan ini merosot setelah adanya peraturan baru, yang mengharuskan investasi yang ada dilikuidasi dalam waktu 30 hari bagi pemberi pinjaman
Piramal Enterprises misalnya mengatakan lebih dari 80 persen dari investasinya sebesar 38,2 miliar rupee di AIF disalurkan ke perusahaan debitur yang sebelumnya pernah mereka beri pinjaman. Perusahaan berencana untuk menyesuaikan jumlah ini melalui dana modal atau provisi.