Mobilitas Masyarakat Aceh Tamiang Lumpuh Imbas Banjir dan Longsor

Ilustrasi (Pexels)

Mobilitas Masyarakat Aceh Tamiang Lumpuh Imbas Banjir dan Longsor

Silvana Febiari • 1 December 2025 14:55

Aceh Tamiang: Salah satu anggota Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), Kabupaten Aceh Tamiang, terdampak banjir akibat cuaca ekstrem. Hujan lebat disertai angin kencang menyebabkan sungai meluap, merendam permukiman, memicu longsor, merusak infrastruktur, serta melumpuhkan aktivitas warga.

Ketua Umum LTKL sekaligus Bupati Sigi, Rizal Intjenae, menyampaikan keprihatinan mendalam atas bencana banjir bandang yang melanda sejumlah daerah di Sumatra, termasuk Aceh Tamiang.

“Bencana hidrometeorologi yang terjadi di sejumlah kabupaten di Sumatera, termasuk Aceh Tamiang, mengingatkan pentingnya kesiapsiagaan dan perhatian kolektif. Situasi yang dihadapi masyarakat saat ini sungguh memprihatinkan, dan dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan agar penanganan dapat berlangsung lebih cepat dan tepat sasaran,” kata Rizal, Senin, 1 Desember 2025. 

“Hal ini akan menjadi perhatian kami ke depan untuk bersama-sama dalam perbaikan tata kelola lahan yang berkelanjutan dan membangun daerah yang tangguh bencana,” jelasnya.
 

Menyikapi situasi yang kian memburuk, Gubernur Aceh Muzakir Manaf menetapkan status tanggap darurat bencana hidrometeorologi di Aceh. Status ini berlaku selama 14 hari, mulai 28 November hingga 11 Desember 2025, dan menjadi dasar mobilisasi penanganan lintas kabupaten yang dikoordinasikan oleh Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA). 

Aceh Tamiang termasuk dalam 14 Kabupaten/Kota dengan status darurat bencana hidrometeorologi. Pidie, Lhokseumawe, Subulussalam, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Singkil, Aceh Selatan, Gayo Lues, Aceh Barat, Aceh Tenggara, Aceh Tengah, Aceh Utara dan Aceh Barat Daya juga masuk dalam wilayah yang ditetapkan.

Kota Kualasimpang, salah satu pusat kegiatan utama di Aceh Tamiang, dilaporkan lumpuh pada 26 November 2025 dengan ketinggian air mencapai tiga meter di sejumlah titik. Rumah warga, fasilitas umum, serta jaringan kelistrikan turut terdampak oleh banjir dan angin kencang yang merobohkan sejumlah infrastruktur. 


Ilustrasi (Pexels)


Bupati Aceh Tamiang Armia Pahmi yang memimpin langsung operasi pengendalian bencana menyebut ada 70 rumah yang terendam banjir di daerah ini. Dinas Sosial Aceh menginstruksikan Taruna Siaga Bencana (TAGANA) di seluruh kabupaten/kota untuk siaga penuh, dengan prioritas pada kelompok rentan. Sementara itu, dukungan dari Polda Aceh, TNI/Polri, Basarnas, dan berbagai relawan mulai berdatangan sejak 26 November 2025.

Di sisi infrastruktur energi, PLN melaporkan kerusakan pada lima tower SUTT 150 kV dan telah mengerahkan personel dari berbagai provinsi untuk membangun tower darurat dan memulihkan pasokan listrik yang terdampak di sejumlah wilayah Aceh, termasuk Kabupaten Aceh Tamiang.

Instruksi siaga bencana dari Bupati Aceh Tamiang pada pekan lalu juga menjadi salah satu langkah antisipatif penting. Arahan tersebut mencakup evakuasi dini, pembentukan Satgas terpadu, kesiapsiagaan layanan kesehatan, serta penyediaan bantuan kemanusiaan.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), Sarman Simanjorang menyatakan bahwa APKASI saat ini tengah menggalang dukungan untuk membantu kabupaten terdampak. “Solidaritas untuk membantu wilayah terdampak bencana di Sumatra termasuk Aceh Tamiang menjadi hal penting yang harus kita dorong bersama. Penggalangan dana dan dukungan sedang dihimpun untuk membantu percepatan penanganan dan pemulihan bagi masyarakat," ungkap Armia.
 

Kondisi Informasi yang Terbatas dan Akses Terputus

Hingga saat ini, akses menuju sejumlah wilayah di Aceh Tamiang masih terputus, baik akibat banjir maupun longsor, sehingga menyulitkan evakuasi, distribusi logistik, dan pengiriman bantuan tambahan. Kondisi ini juga menyebabkan sebagian warga masih sulit dijangkau oleh petugas. 

Di saat yang sama, belum ada data resmi yang direkam oleh Pusdalops Aceh Tamiang mengenai tingkat kerusakan, kondisi infrastruktur, ataupun daftar posko yang tersedia. Kendala ini terjadi akibat terputusnya jaringan komunikasi, padamnya listrik, serta terbatasnya mobilitas petugas di lapangan.

Terputusnya jaringan komunikasi turut mengakibatkan banyak keluarga yang tinggal di luar daerah belum dapat memperoleh kabar dari anggota keluarga mereka di Aceh Tamiang. Situasi ini memunculkan kekhawatiran yang meluas dan mendorong perlunya perhatian yang lebih intens terhadap perkembangan di lapangan. 

Beberapa titik dilaporkan mengalami genangan ekstrem. Sementara titik lain menunjukkan tanda-tanda mulai surut, meski kondisi keseluruhan masih sangat dinamis.

Dalam situasi ketika sebagian wilayah masih sulit dijangkau dan informasi dari lapangan belum sepenuhnya stabil, pemantauan publik terhadap perkembangan Aceh Tamiang memiliki peran penting. Perhatian masyarakat luas melalui peliputan yang berimbang, penyebaran informasi dari sumber yang kredibel, serta solidaritas dalam membantu melalui kanal resmi menjadi faktor pendukung bagi percepatan identifikasi kebutuhan mendesak di lapangan.

Kondisi darurat ini menempatkan Aceh Tamiang dalam keadaan yang membutuhkan kepedulian kolektif. Dukungan publik baik berupa pemantauan, partisipasi dalam penggalangan bantuan, maupun penyebaran informasi bertanggung jawab diharapkan dapat memperkuat upaya penanganan dan meringankan beban warga yang terdampak secara langsung.

Banjir yang terjadi di Aceh Tamiang meninggalkan dampak luas dan memerlukan perhatian berkelanjutan dari berbagai pihak. Dengan kondisi yang masih dinamis dan penanganan yang terus berlangsung, dukungan publik dan pemantauan informasi yang akurat menjadi elemen penting dalam menjaga keselamatan serta pemulihan masyarakat di wilayah terdampak.


Ilustrasi (Pexels)

Apa itu LTKL?

Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) adalah asosiasi pemerintah kabupaten yang dibentuk dan dikelola oleh pemerintah kabupaten demi mewujudkan pembangunan lestari yang menjaga lingkungan dan mensejahterakan masyarakat lewat gotong royong. LTKL merupakan kaukus pembangunan lestari dari Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) yang berdiri sejak bulan Juli 2017.

Saat ini, LTKL memiliki sembilan kabupaten anggota di enam provinsi di Indonesia dan bekerja berdampingan dengan 26 jejaring mitra multipihak. Rapat Umum Anggota LTKL tahun 2019 memutuskan bahwa pengembangan ekonomi berkelanjutan adalah prioritas bagi anggota LTKL untuk mencapai target nasional dalam rangka mendorong lapangan kerja yang berkualitas, mengurangi risiko kebencanaan, dan kedaulatan pangan berbasis kolektif.

Sebagai forum, LTKL berfungsi untuk membantu kabupaten anggota menyusun strategi implementasi, terkoneksi dengan mitra yang tepat untuk meningkatkan kapasitas dan mendapatkan insentif atas upaya pembangunan lestari, serta menceritakan peluang dan tantangan pembangunan lestari kepada publik.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Silvana Febiari)