Tentara Nasional Suriah: Pemberontak, Milisi, atau Alat Politik Turki?

Personel SNA berpatroli di antara wilayah Tel Rifat dan Manbij di Suriah, 8 Desember 2024. (Anadolu Agency)

Tentara Nasional Suriah: Pemberontak, Milisi, atau Alat Politik Turki?

Willy Haryono • 9 December 2024 16:10

Hama: Saat pemberontak Suriah mendekati kemenangan di kota Hama, konvoi besar Tentara Nasional Suriah (SNA) terlihat bergerak ke selatan untuk bergabung dalam serangan tersebut. Keberadaan SNA, koalisi yang didukung Turki, menunjukkan peran strategis mereka dalam ofensif terhadap pasukan Presiden Bashar al-Assad.

Organisasi yang Tidak Solid

SNA dibentuk di utara Aleppo pada 2017 untuk menyatukan berbagai kelompok bersenjata di bawah Pemerintah Interim Suriah. Meski bertujuan menjadi kekuatan terpadu, SNA sering dilanda konflik internal antarfraksi.

Menurut Broderick McDonald, pakar kekerasan politik di Suriah, "SNA bukan organisasi terpusat seperti HTS (Hayat Tahrir al-Sham). Namun, mereka bersatu dalam tujuan melawan rezim Assad dan mencegah dominasi HTS di wilayah yang telah dibebaskan."

Beberapa fraksi dalam SNA memiliki hubungan dekat dengan Turki, termasuk Brigade Sultan Suleyman Shah dan Divisi Sultan Murad, yang dinamai tokoh-tokoh Ottoman. Banyak juga fraksi yang tergabung dalam Front Pembebasan Nasional (NLF), sebuah aliansi bersenjata oposisi yang bergabung dengan SNA pada 2019.

Omer Ozkizilcik dari Atlantic Council menyatakan bahwa meski secara nominal SNA berada di bawah Kementerian Pertahanan pemerintah interim, keputusan utama tetap berada di tangan para pemimpin fraksi. 

"Upaya Turki dan pemimpin SNA untuk menciptakan struktur yang lebih kohesif hanya berhasil sebagian," tambahnya, mengutip dari Middle East Eye, Senin 9 November 2024.

Tuduhan Sebagai Alat Turki

Hubungan erat SNA dengan Turki memicu kritik, termasuk tuduhan bahwa mereka hanya menjalankan agenda politik Turki. Menurut Leila al-Shami, aktivis hak asasi manusia, "SNA lebih memprioritaskan kepentingan Turki, termasuk mencegah otonomi Kurdi dan menciptakan zona aman untuk mengembalikan pengungsi ke Suriah."

SNA juga berpartisipasi dalam operasi militer Turki melawan ISIS dan Pasukan Perlindungan Rakyat (YPG) di Suriah utara, serta terlibat dalam konflik di Azerbaijan, Libya, dan Niger. Hubungan ini membuat SNA kurang populer di kalangan sebagian warga Suriah.

Namun, Ozkizilcik menegaskan bahwa SNA tetap fokus pada tujuan utama mereka, yaitu menggulingkan rezim Assad. Dengan dukungan Turki, SNA menjadi lebih terorganisir, terlatih, dan dilengkapi.

Pelanggaran Terhadap Komunitas Kurdi

Selama bertahun-tahun, SNA dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap komunitas Kurdi, termasuk penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, dan pengusiran paksa. Penaklukan Tel Rifaat oleh SNA memicu ribuan warga Kurdi melarikan diri.

Dalam perkembangan terbaru, HTS menahan sejumlah pejuang SNA karena dituduh melakukan penjarahan dan kekerasan terhadap warga Kurdi. Tindakan ini memperburuk ketegangan antara SNA dan HTS, meskipun kedua kelompok berupaya menghindari bentrokan terbuka.

Menurut Ozkizilcik, SNA telah mengambil langkah untuk menangani pelanggaran dengan menahan anggotanya yang terbukti bersalah. 

"Banyak komandan dan prajurit Kurdi juga bergabung dalam SNA, khususnya di wilayah Afrin dan Azaz," tambahnya.

Peran di Masa Depan

Peran SNA dalam pemerintahan pasca-Assad masih belum jelas. McDonald menyatakan bahwa untuk membangun sistem pemerintahan yang inklusif, HTS perlu bekerja sama dengan SNA, dewan lokal, serta kelompok masyarakat sipil dari berbagai lapisan masyarakat Suriah.

Meskipun HTS memiliki kekuatan militer terbesar, statusnya sebagai organisasi teroris membuatnya membutuhkan legitimasi politik yang hanya bisa diperoleh dengan membangun aliansi yang luas.

“Meski Hama telah direbut, jalan menuju Homs dan bahkan Damaskus masih panjang. Masa depan Suriah akan bergantung pada kolaborasi semua pihak,” ujar Ozkizilcik. (Muhammad Reyhansyah)

Baca juga:  Syrian National Army, Pemberontak Suriah yang Setia dengan Turki

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Willy Haryono)