Prajurit wanita Myanmar dalam sebuah parade. Foto: EFE-EPA
Medcom • 28 March 2024 07:10
Yangon: Junta Myanmar mengadakan parade tahunan Hari Angkatan Bersenjata pada Rabu, 27 Maret 2024, sebagai unjuk kekuatan ketika di saat pihak junta tengah berjuang untuk membendung perlawanan bersenjata yang semakin tumbuh dan telah menguasai sebagian besar wilayah.
Pihak militer Myanmar telah mengalami serangkaian kekalahan besar melawan aliansi kelompok etnis minoritas bersenjata. Pekan ini, ketua junta Min Aung Hlaing mengakui bahwa negara itu mungkin tidak akan mampu menggelar pemilu di seluruh wilayah lantaran ketidakstabilan yang terjadi.
“Tiga tahun setelah merebut kekuasaan melalui sebuah kudeta, junta saat ini menghadapi sebuah ‘ancaman nyata’,” menurut seorang pakar PBB, dengan korban dan pembelotan yang terus bertambah, seperti dilansir dari Malay Mail pada Rabu, 27 Maret 2024.
Acara pada Rabu ini memperlihatkan sebuah pertunjukan perlawanan, ketika militer mengerahkan pasukan dan peralatannya untuk parade Hari Angkatan Bersenjata, memperingati dimulainya perlawanan terhadap pendudukan Jepang selama Perang Dunia II.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, parade kali ini digelar pada sore hari, mulai pukul 17.15 waktu setempat, karena suhu yang panas, menurut juru bicara junta.
Keamanan di Naypyidaw, ibu kota junta yang dibangun khusus dan terpencil, sangat ketat karena hanya sedikit mobil yang melintas di jalan menjelang acara tersebut.
Pada Februari 2021, kudeta terhadap pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi menyebabkan kekacauan yang membuat ribuan orang tewas dan menghancurkan ekonomi Myanmar.
Dalam parade tahun lalu, Min Aung Hlaing, yang diapit oleh tank dan peluncur rudal – bersumpah akan melakukan “tindakan tegas” terhadap lawan-lawan junta, tetapi dalam enam bulan terakhir, cengkeraman para jenderal terhadap kekuasaan tampak semakin goyah dari sebelumnya.
Puluhan ‘Pasukan Pertahanan Rakyat’ (PDF) anti-junta telah merekrut puluhan ribu anggota muda untuk melawan tentara di seluruh negeri.
Sementara pada Oktober tahun lalu sebuah aliansi pejuang etnis minoritas melancarkan serangan mendadak di negara bagian Shan utara, merebut wilayah dan mengambil kendali jalur perdagangan yang menguntungkan ke Tiongkok.
Keadaan darurat
Tom Andrews, pelapor khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia di Myanmar, mengatakan pekan lalu bahwa kekalahan di medan perang dan masalah perekrutan merupakan “ancaman nyata bagi militer Myanmar”.
Situasi ini telah mendorong junta untuk menegakkan undang-undang dinas militer, yang memungkinkan junta memanggil semua pria berusia 18-35 tahun dan wanita berusia 18-27 tahun untuk wajib militer selama dua tahun.
Pengumuman tersebut bulan lalu mendorong ribuan calon anggota untuk mencoba meninggalkan negara tersebut. Hal ini lantaran kedutaan Thailand di Yangon dibanjiri oleh pemohon visa.
Militer membenarkan kudeta mereka dengan klaim yang tidak berdasar mengenai kecurangan pemilu pada pemilu tahun 2020, yang dimenangkan oleh partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin oleh peraih Nobel Suu Kyi.
Pemerintah telah berulang kali berjanji untuk menyelenggarakan pemilu baru, seraya juga memperpanjang keadaan darurat yang mencegah pemilu tersebut dilaksanakan.
Lebih dari 4.500 orang telah terbunuh dalam tindakan keras militer terhadap perbedaan pendapat sejak kudeta Februari 2021 dan lebih dari 26.000 orang ditangkap, menurut kelompok pemantau lokal. (Nabila Ramadhanty Putri Darmadi)