Padagang terompet menjelang tahun baru 2016, di Alun-alun Kota Tegal. (Metrotvnews.com/Kuntoro) (Kuntoro Tayubi)
Hukum Islam Tiup Trompet Saat Perayaan Tahun Baru
Riza Aslam Khaeron • 29 December 2025 12:56
Jakarta: Perayaan Tahun Baru identik dengan berbagai bentuk kemeriahan, salah satunya meniup trompet. Tradisi ini kerap dianggap sekadar hiburan, tetapi tidak sedikit pula yang mempertanyakan hukumnya dalam Islam—terutama ketika perayaan dilakukan secara berlebihan dan menghabiskan biaya yang tidak kecil.
Berikut ringkasan penjelasan hukum meniup trompet saat Tahun Baru, beserta batasan-batasan yang perlu diperhatikan.
Hukum Meniup Trompet di Tahun Baru
Melansir NU Online pada 31 Desember 2013, kebiasaan meniup trompet dan menyalakan kembang api saat menyambut Tahun Baru bukanlah tradisi yang dikenal pada masa Rasulullah SAW. Karena itu, tidak terdapat hadis khusus yang secara spesifik membahas “trompet Tahun Baru”. Namun, praktik ini dapat dinilai melalui kaidah umum dalam syariat, terutama terkait sikap berlebihan dan pemborosan.
Dalam pembahasan fikih, salah satu titik tekan penilaian kegiatan semacam ini adalah apakah ia mendorong idho’atul mal atau membuang-buang harta untuk sesuatu yang tidak dianggap penting, khususnya jika kemeriahan dilakukan di luar batas kewajaran.
Innallaha karraha lakum tslatsan, qila wa qala wa idho’atul mal wa katsratus sual
Artinya: “Sesungguhnya Allah membenci tiga hal pada kalian: kabar burung, membuang-buang harta, dan banyak bertanya,” (HR Bukhari).
Hadis ini menjadi dasar penting dalam menilai praktik seperti meniup trompet jika sampai pada taraf pemborosan.
Apabila perayaan dilakukan dengan menghamburkan uang secara berlebihan—misalnya membeli trompet dan berbagai perlengkapan pesta dengan biaya yang melampaui belanja kebutuhan pokok harian—maka praktik tersebut dinilai makruh. Artinya, perbuatan itu tidak sampai haram, tetapi meninggalkannya dipandang lebih baik.
| Baca Juga: Daftar Lengkap Hari Libur Nasional dan Long Weekend 2026 |
Penilaiannya bertumpu pada unsur “berlebihan” dan “pemborosan” yang menyertai perayaan. Dalam penjelasan yang dirujuk, tindakan berpesta dengan pola belanja yang melampaui kebutuhan primer dinilai makruh. Namun, bila kebiasaan ini dilakukan terus-menerus setiap tahun sehingga mengarah pada perilaku pemborosan yang menetap, statusnya dapat bergeser menjadi haram.
Dengan kata lain, persoalannya tidak berhenti pada sekadar bunyi trompet, melainkan pada konteksnya: apakah perayaan itu mendorong pemborosan dan sikap berlebih-lebihan. Karena itu, menyambut Tahun Baru sebaiknya diarahkan ke aktivitas yang lebih bermanfaat seperti muhasabah, memperbaiki niat, dan menyusun rencana hidup yang lebih baik.
Jika ingin merayakan, lakukan secara wajar, tidak mengganggu orang lain, dan tidak mengorbankan kebutuhan yang lebih utama.