Tim penyelamat melakukan pencarian korban gempa Myanmar. Foto: Xinhua
Fajar Nugraha • 31 March 2025 05:45
Mandalay: Tim penyelamat menghadapi gempa susulan untuk menyisir kota Mandalay yang hancur untuk mencari korban selamat pada Senin 31 Maret 2025, setelah gempa besar menewaskan sedikitnya 1.700 orang di Myanmar dan sedikitnya 18 orang di negara tetangga Thailand.
Gempa berkekuatan 7,7 magnitudo pertama terjadi di dekat kota Mandalay di Myanmar tengah pada hari Jumat sore, diikuti beberapa menit kemudian oleh gempa susulan berkekuatan 6,7 magnitudo.
Gempa tersebut meruntuhkan bangunan-bangunan, merobohkan jembatan dan membuat jalan-jalan terhuyung-huyung, dengan kerusakan massal terlihat di kota berpenduduk lebih dari 1,7 juta orang tersebut.
Pemilik kedai teh Win Lwin berjalan melewati sisa-sisa restoran yang runtuh di lingkungannya pada hari Minggu, melemparkan batu bata satu per satu.
"Sekitar tujuh orang meninggal di sini ketika gempa terjadi,” kata Win kepada AFP.
"Saya mencari lebih banyak mayat tetapi saya tahu tidak mungkin ada yang selamat,” imbuh Win.
Gempa susulan kecil terjadi pada pagi hari, membuat orang-orang berlarian keluar dari hotel untuk mencari tempat aman, menyusul gempa serupa yang dirasakan Sabtu malam.
Dan sekitar pukul 14.00, gempa susulan lainnya -,berkekuatan 5,1 menurut Survei Geologi AS,- membuat orang-orang yang khawatir turun ke jalan sekali lagi, menghentikan sementara pekerjaan penyelamatan.
Junta militer Myanmar mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Minggu bahwa sekitar 1.700 orang dipastikan tewas sejauh ini, sekitar 3.400 orang terluka dan sekitar 300 lainnya hilang.
Namun dengan terputusnya komunikasi di banyak daerah, skala sebenarnya dari bencana tersebut masih belum jelas dan jumlah korban diperkirakan akan meningkat secara signifikan.
Di aula ujian Buddha yang hancur di Mandalay, Myanmar dan petugas tanggap darurat Tiongkok bekerja untuk menemukan korban yang terkubur pada hari Minggu.
San Nwe Aye, saudara perempuan seorang biksu berusia 46 tahun yang hilang di aula yang runtuh, tampak sangat tertekan, dan mengatakan kepada AFP bahwa dia belum mendengar kabar tentang statusnya.
"Saya ingin mendengar suaranya berkhotbah," katanya.
Di sebuah blok apartemen yang runtuh di kota itu, tim penyelamat mengira mereka telah menyelamatkan nyawa seorang wanita hamil yang terjebak di bawah reruntuhan selama lebih dari 55 jam.
Mereka bahkan mengamputasi kakinya untuk membebaskannya, tetapi setelah menariknya keluar mereka tidak dapat menyadarkannya dan dia dinyatakan meninggal.
PBB mengatakan semalam bahwa kekurangan peralatan medis yang parah menghambat tanggapan Myanmar terhadap gempa tersebut, sementara badan-badan bantuan telah memperingatkan bahwa negara itu tidak siap menghadapi bencana tersebut.