Editorial Media Indonesia: Jangan Bergantung Terus pada Konsumsi

Ilustrasi. Media Indonesia.

Editorial Media Indonesia: Jangan Bergantung Terus pada Konsumsi

Media Indonesia • 6 August 2025 06:54

EKONOMI Indonesia melambung di tengah pesimisme yang masih menyelimuti kondisi perekonomian global maupun domestik. Pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 5,12% secara tahunan pada kuartal II 2025. Jika dibandingkan dengan triwulan I 2025 yang hanya mencatat pertumbuhan 4,87%, lesatan ini sungguh melampaui ekspektasi.

Baik lembaga kajian ekonomi maupun konsensus pasar sebelumnya berekspektasi dan memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di triwulan kedua ini tidak akan beranjak jauh dari capaian triwulan sebelumnya. Diprediksi naik, tapi tidak akan sampai menembus 5%. Namun, semua prediksi itu buyar setelah Badan Pusat Statistik (BPS), kemarin, mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,12%.

Pencapaian tersebut, di satu sisi, tentu patut diapresiasi. Angka kenaikan pertumbuhan lumayan tinggi itu semestinya menjadi penanda bahwa roda ekonomi mulai bergerak. Dari sisi produksi, BPS mencatat, hampir seluruh lapangan usaha tumbuh positif pada triwulan II 2025. Lima sektor produksi utama, yaitu industri pengolahan, pertanian, perdagangan, konstruksi, dan pertambangan, semua tumbuh signifikan.

Dari sisi pengeluaran pun nyaris sama. Seluruh komponen pengeluaran mengalami pertumbuhan positif kecuali konsumsi pemerintah. Komponen pengeluaran yang memberikan kontribusi terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB) ialah konsumsi rumah tangga dengan sumbangan sebesar 54,25%. Itu menjadikan konsumsi sebagai salah satu sumber pertumbuhan terpenting pada periode ini.
 

Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi 5,12% di Kuartal II Tak Mencerminkan Kondisi Riil

Sumber pertumbuhan penting lain ialah komponen pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang berkontribusi 27,83% terhadap PDB. Menurut BPS, peningkatan PMTB didorong oleh investasi swasta dan pemerintah dengan belanja modal pemerintah pada triwulan II 2025 yang tumbuh 30,37% (year-on-year), terutama pada komponen mesin dan peralatan.

Akan tetapi, pada saat yang sama kita juga perlu mengkritisi angka pertumbuhan yang diumumkan BPS tersebut. Sejujurnya harus kita katakan impresifnya angka pertumbuhan pada triwulan II 2005 itu belum sepenuhnya merefleksikan kondisi di lapangan. Salah satu yang cukup mengagetkan ialah pertumbuhan industri pengolahan (manufaktur) yang pada kuartal II 2025 disebut BPS mencapai 5,68%.

Kondisi itu berkebalikan dengan data purchasing managers index (PMI) manufaktur yang menurut S&P Global masih dalam zona pesimistis. PMI manufaktur Indonesia selama empat bulan beruntun, termasuk Juli 2025, berada di bawah ambang ekspansi (50,0), yang menandakan pelemahan konsisten dalam aktivitas manufaktur nasional.

Itu artinya, sektor yang digadang-gadang mampu menyerap lapangan kerja dalam jumlah besar itu masih harus menunggu kabar baik. Meningkatnya angka pertumbuhan ekonomi yang tidak dibarengi dengan ekspansifnya industri menandakan bahwa struktur ekonomi kita masih ditopang oleh fondasi yang rapuh.

Tidak mengherankan jika pengumuman pertumbuhan ekonomi kali ini memantik kekagetan dari sejumlah pakar dan ahli ekonomi. Maka, pemerintah perlu segera menjelaskan bagaimana bakal bisa mendorong pertumbuhan ekonomi itu menjadi lebih tinggi di masa-masa mendatang, bila kekagetan dan keraguan masih mengiringi.
 
Baca juga: BPS: Ekonomi RI Tumbuh 5,12% di Kuartal II 2025

Selain itu, kita juga mesti akui, pertumbuhan yang melejit di triwulan II 2025, lagi-lagi belum memperlihatkan adanya perbaikan kualitas struktur ekonomi meski terlihat stabil dalam kuantitas. Pertumbuhan yang lebih disokong konsumsi rumah tangga dan investasi menunjukkan bahwa pertumbuhan struktural masih absen.

Ketergantungan pada konsumsi dan investasi tanpa dukungan kuat dari sektor produksi dan ekspor cukup berisiko, terutama jika bicara soal pertumbuhan yang berkelanjutan. Amat riskan jika terus mengandalkan permintaan domestik sebagai tulang punggung utama, sementara sisi produksi dan ekspor belum cukup kuat menopang pertumbuhan jangka menengah.

Berbagai tantangan struktural ekonomi tersebut mesti menjadi fokus pemerintah. Saat ini, pemerintah boleh saja 'merayakan' angka pertumbuhan yang melampaui ekspektasi di triwulan II 2025, tetapi pekerjaan rumah masih sangat banyak. Alih-alih terus menggantungkan pada konsumsi, pemerintah harus segera melakukan pergeseran strategis menuju industrialisasi dan produktivitas sektor riil.

Tanpa itu, target pertumbuhan tinggi yang dipasang pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yakni 8% pada 2029 mendatang akan selalu jadi bahan perdebatan dan gunjingan tanpa menemukan pijakan nyata. Kita tentu tak ingin itu semua menjadi nyata. Yang kita inginkan ialah cita-cita pertumbuhan yang benar-benar menjadi kenyataan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Arga Sumantri)