Jamaah haji tahun 2025 di Lapangan Tegar Beriman, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. ANTARA/M Fikri Setiawan
Whisnu Mardiansyah • 20 November 2025 15:50
Bogor: Kebijakan baru pembagian kuota haji nasional memastikan ribuan calon jemaah asal Kabupaten dan Kota Bogor batal berangkat pada 2026. Perubahan skema ini menyebabkan Jawa Barat mengalami pengurangan kuota signifikan, berdampak pada penundaan keberangkatan jemaah yang telah menunggu belasan tahun.
Ketua Bidang Komunikasi dan Informasi DPP Forum Komunikasi KBIHU (FK KBIHU) Dr Desi Hasbiyah menyatakan perubahan kebijakan ini memberikan dampak psikologis berat bagi calon jemaah.
“Banyak jamaah yang awalnya sudah siap berangkat tahun depan harus menerima kenyataan ditunda. Ini menciptakan tekanan emosional yang cukup berat,” ujar Desi Hasbiyah di Cibinong, Bogor seperti dilansir Antara, Kamis, 20 November 2025.
Kebijakan tersebut mengacu pada Pasal 13 ayat 2b UU Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang menetapkan kuota berdasarkan proporsi daftar tunggu antardaerah, bukan lagi proporsi jumlah penduduk Muslim.
Dalam implementasinya, kuota provinsi Jawa Barat turun dari 38.723 menjadi 29.643. Kabupaten Bogor hanya memperoleh 1.598 kuota dari sebelumnya 3.189, sementara Kota Bogor turun dari 929 menjadi 603 jemaah. Desi mengungkapkan penundaan mendadak memicu kecemasan dan stres, terutama pada jemaah lanjut usia atau dengan kondisi kesehatan tertentu.
“Pertanyaan yang paling sering muncul adalah apakah mereka masih sempat berhaji di usia mereka sekarang. Itu menjadi kecemasan utama,” kata Desi yang juga merupakan dosen Ibn Khaldun.
Meski memahami tujuan kebijakan untuk mendekatkan asas keadilan antardaerah, Desi menekankan proses adaptasi tidak dapat berlangsung cepat karena menyangkut harapan religius masyarakat.

Ilustrasi ibadah haji. Foto: Metrotvnews.com/Misbahol Munir.
“Skema ini memang dimaksudkan untuk keadilan, tetapi dari sisi sosial, ada kejutan besar yang harus ditangani dengan baik,” ucap Desi.
FK KBIHU melihat masalah utama tidak hanya terletak pada pengurangan kuota, tetapi pada kondisi psikologis jemaah yang tertekan akibat penundaan. Desi meminta pembimbing ibadah haji dan tokoh masyarakat melakukan pendampingan intensif.
“Pembimbing harus hadir memberi penjelasan teologis, menguatkan konsep istitha'ah, pahala niat, serta kesabaran dalam menghadapi takdir. Ini penting untuk menjaga ketenangan mereka,” kata Desi.