Harga Minyak Tertekan, Pelemahan Diprediksi Berlanjut

Ilustrasi. Foto: Freepik.

Harga Minyak Tertekan, Pelemahan Diprediksi Berlanjut

Eko Nordiansyah • 18 August 2025 11:51

Jakarta: Harga minyak dunia kembali berada dalam tekanan pada awal pekan ini setelah ditutup melemah pada perdagangan Jumat lalu. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun USD1,16 atau sekitar 1,8 persen menjadi USD62,80 per barel.

Pelemahan berlanjut pada Senin pagi, 18 Agustus 2025, dengan WTI diperdagangkan di level USD62,62 per barel, turun 18 sen atau 0,29 persen. Sentimen pasar saat ini masih berfokus pada dinamika geopolitik, khususnya perkembangan terbaru dari pertemuan antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Menurut analis Dupoin Futures Indonesia, Andy Nugraha, tekanan jual masih mendominasi pergerakan harga minyak. Berdasarkan kombinasi analisis candlestick dan indikator moving average, tren bearish pada WTI masih cukup kuat dan berpotensi menekan harga lebih dalam.

"Jika tekanan bearish ini berlanjut, maka WTI berpotensi menguji level psikologis di sekitar USD60 per barel. Namun, jika harga gagal menembus ke bawah dan justru terkoreksi, ada peluang rebound menuju area USD64,50," ujar Andy dalam keterangan tertulis.


(Ilustrasi. Foto: Freepik)

Faktor geopolitik bikin volatilitas harga minyak

Pertemuan Trump dan Putin pada Jumat di Alaska disebut menghasilkan sikap yang lebih lunak dari AS terhadap Moskow. Alih-alih menambah tekanan sanksi terkait ekspor energi Rusia, Trump justru memilih untuk membuka ruang negosiasi menuju kesepakatan damai di Ukraina. Hal ini meredakan kekhawatiran pasar akan gangguan suplai dari Rusia, salah satu produsen minyak terbesar dunia.

Trump dijadwalkan bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy serta para pemimpin Eropa pada Senin ini untuk membahas percepatan upaya perdamaian. Meski demikian, Moskow tetap mempertahankan tuntutan teritorialnya, sementara sejumlah negara Eropa menolak kompromi yang ditawarkan. Situasi ini membuat status quo konflik masih berlanjut, sehingga investor cenderung menahan diri.

Sementara itu, pasar juga menyoroti kebijakan dagang AS terhadap Tiongkok, importir terbesar minyak Rusia. Trump menyatakan tidak akan segera memberlakukan tarif pembalasan terhadap negara-negara yang masih membeli minyak dari Rusia, termasuk Tiongkok dan India.

Namun, ia tidak menutup kemungkinan langkah tersebut bisa diambil dalam dua hingga tiga minggu mendatang. Sikap ini memberikan sedikit ketenangan bagi pasar energi dalam jangka pendek.

Selain faktor geopolitik, fokus investor juga tertuju pada kebijakan moneter AS. Ketua Federal Reserve Jerome Powell diperkirakan akan memberikan pidato penting di simposium Jackson Hole pekan ini. Pasar mencari petunjuk mengenai arah kebijakan suku bunga, terutama setelah inflasi AS menunjukkan tanda-tanda melandai.

"Penurunan suku bunga berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya meningkatkan permintaan energi global," ungkap dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Eko Nordiansyah)