Poros Pelajar menggelar dialog terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG). Foto: Istimewa.
Jakarta: Sejumlah organisasi pelajar menegaskan dukungan terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG). Namun, masih ada sejumlah catatan yang harus menjadi bahan evaluasi pemerintah.
Catatan ini dikupas dalam dialog bertajuk 'Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis: Peran Pelajar untuk Generasi Sehat dan Cerdas' yang digelar di Jakarta, Minggu, 14 Agustus 2025. Kegiatan digelar oleh Poros Pelajar yang terdiri dari Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), dan Pelajar Islam Indonesia (PII).
"Kita ingin mengevaluasi walau pun di satu sisi kita juga mendukung agar program MBG terus dilanjutkan. Harapannya, evaluasi ini bisa menjadi masukan untuk mendukung produksi dalam negeri," ungkap Ketua Umum PII, Abdul Qohar Ruslan, Minggu, 14 Agustus
Direktur Program, Agus Suherman Tanjung, menambahkan dialog ini dilakukan sebagai bentuk kritik konstruktif terhadap program prioritas pemerintah. Menurut dia, setelah berjalan satu semester, ada sejumlah catatan penting, termasuk kasus keracunan MBG yang sempat mencoreng niat baik pemerintah.
"Kasus seperti itu bisa menimbulkan trauma bagi siswa lain. Karena itu, semua pihak yang terlibat harus benar-benar serius menjalankan kebijakan ini," tegas Agus.
Ia juga menyoroti kebijakan impor wadah makanan pascaterbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 22 Tahun 2025, yang membuat food tray tidak lagi masuk kategori larangan dan pembatasan impor.
"Masak ompreng kita harus impor? Kalau aturan ini tidak ditinjau ulang, maka kebijakan pro produksi dalam negeri yang menjadi garis besar presiden tidak diterjemahkan dengan baik oleh para pembantunya," ujar Agus.
Ia menjelaskan setidaknya ada tiga poin utama yang disuarakan Poros Pelajar dalam forum ini. Pertama, mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam mendukung produksi dalam negeri. Kedua, mendukung program MBG dengan berbagai perbaikan ke depan.
"Ketiga, mendesak agar program MBG segera merata demi keadilan bagi seluruh siswa di Indonesia," ungkap Agus.
Sekretraris Jenderal Asosiasi Produsen Wadah Makanan Indonesia (Apmaki) Ardy Susanto menyoroti permasalahan pada peralatan makan yang digunakan dalam program MBG. Menurutnya, ada kasus penggunaan bahan yang tidak sesuai standar.
"Bukan stainless 304 seperti yang tertera, melainkan stainless 201. Padahal 201 berbahaya karena dalam jangka panjang bisa berdampak pada saraf, hati, dan ginjal," jelas Ardy.
Sementara itu, Sekjen Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Dapur Makan Bergizi Indonesia (Adambi) Hasan Basri menekankan pentingnya aspek gizi dan daya tarik menu untuk anak-anak. Secara gizi, kata dia, MBG sudah sesuai dengan lima unsur utam karbohidrat, protein nabati, protein hewani, mineral, dan vitamin.
"Namun, masalahnya ada pada penyajian. Menu yang disajikan sering tidak menarik secara visual bagi anak-anak," ujar Hasan.
Evaluasi ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi pemerintah agar program MBG dapat benar-benar meningkatkan kesehatan dan kecerdasan pelajar. Selain itu, menggerakkan industri dalam negeri dan benar-benar memberi manfaat jangka panjang bagi bangsa.