Ilustrasi. Media Indonesia.
Arga Sumantri • 4 August 2025 07:28
Jakarta: Pendiri Haidar Alwi Institute, Haidar Alwi menilai perlu adanya evaluasi total terhadap sistem pengelolaan tambang nasional. Hal ini menyikapi pernyataan Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) Anwar Hafid di Komisi II DPR yang menyebut wilayahnya penyumbang devisa terbesar, tapi rakyatnya tak merasa menikmati hasil eksploitasi tambang.
"Kalau gubernur di wilayah tambang tidak diberi kuasa, padahal dia adalah wakil rakyat di provinsi, maka ada yang sangat keliru dalam penerapan undang-undang," kata Haidar, Senin, 4 Agustus 2025.
Merujuk pernyataan Anwar Hafid, Pemprov Sulteng tidak dapat mengakses kawasan industri tambang di Morowali. Izin-izin telah dikeluarkan pusat, kawasan telah ditetapkan sebagai wilayah industri strategis nasional, dan segala kendali administratif telah lepas dari tangan pemerintah provinsi. Bahkan, NPWP perusahaan-perusahaan besar tambang di sana terdaftar di Jakarta, bukan di lokasi operasional.
"Ini bukan hanya tentang kewenangan administratif, tapi soal harga diri dan tanggung jawab konstitusional seorang kepala daerah," ujar Haidar.
Haidar menilai sistem hukum saat ini telah menggeser posisi gubernur menjadi sekadar simbol politik, tanpa kontrol nyata terhadap potensi alam yang ada di wilayahnya sendiri. Tambang-tambang yang dikelola oleh korporasi besar, justru menyingkirkan partisipasi daerah yang seharusnya menjadi mitra pembangunan, bukan penonton di tanah sendiri.
"Kita menyaksikan fenomena ironis: provinsi kaya sumber daya, tapi dana bagi hasil hanya ratusan miliar rupiah. Sementara dampak ekologis, sosial, dan ekonomi ditanggung sepenuhnya oleh rakyat lokal," ucap Haidar.
Baca juga: Pemerintah Dorong Hilirisasi Tambang Mineral dan Batu Bara |