Tiongkok Bersumpah Mempercepat Unifikasi dengan Taiwan

Perdana Menteri Tiongkok, Li Qiang. (EFE-EPA/YASUYOSHI CHIBA/POOL)

Tiongkok Bersumpah Mempercepat Unifikasi dengan Taiwan

Riza Aslam Khaeron • 5 March 2025 13:20

Beijing: Pada Rabu, 5 Maret 2025, dalam pertemuan tahunan Kongres Rakyat Nasional di Beijing, Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang menegaskan kembali komitmen negaranya untuk mempercepat proses unifikasi dengan Taiwan.

Mengutip Taiwan News, Li menyatakan, "Kami akan dengan teguh mempercepat tujuan reunifikasi Tiongkok," sebuah pernyataan yang menekankan bahwa Beijing tidak akan mundur dalam ambisinya terhadap Taiwan.

Dalam laporannya, Li Qiang menggarisbawahi bahwa Tiongkok ingin bekerja sama dengan "sesama orang Tionghoa" di Taiwan untuk mencapai tujuan tersebut. Pernyataan ini menandai pergeseran dari tahun sebelumnya, di mana bahasa yang digunakan oleh Beijing lebih tegas terhadap Taiwan, dengan menghilangkan frasa "reunifikasi damai."

Selain pernyataan politik, Tiongkok juga mengumumkan peningkatan anggaran pertahanan sebesar 7,2% untuk tahun ini. Anggaran ini lebih tinggi dibandingkan target pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang dipatok sebesar 5% pada tahun 2025.

Taiwan News melaporkan bahwa peningkatan belanja pertahanan ini sejalan dengan target modernisasi militer Tiongkok pada 2035, yang mencakup pengembangan rudal baru, kapal selam, kapal perang, serta alat-alat pengawasan canggih.

Reaksi terhadap pernyataan Tiongkok beragam. Pejabat senior Taiwan menilai bahwa meskipun retorika Beijing tidak mengalami perubahan drastis, Tiongkok masih menempatkan prioritasnya pada kebijakan ekonomi dan hubungan dengan Amerika Serikat.
 

Baca Juga:
Pidato di Kongres, Trump Kembali Tegaskan Keinginan Kuasai Greenland

Namun, Taiwan tetap memantau dengan cermat langkah-langkah militer Tiongkok, terutama setelah muncul laporan bahwa 32 pesawat militer dan lima kapal angkatan laut Tiongkok dikerahkan di sekitar Taiwan pada hari yang sama dengan pernyataan Li Qiang.

Beijing juga menyoroti tantangan eksternal yang dihadapi, dengan Li menyebut bahwa lingkungan geopolitik yang semakin kompleks dapat mempengaruhi sektor perdagangan, sains, dan teknologi di Tiongkok.

Pernyataan ini muncul di tengah ketegangan yang meningkat dengan Amerika Serikat, terutama setelah kebijakan tarif baru yang diterapkan oleh pemerintahan Presiden AS Donald Trump terhadap barang-barang asal Tiongkok.

Di sisi lain, Taiwan terus memperkuat aliansinya dengan negara-negara demokratis untuk mengantisipasi potensi eskalasi dari Beijing. Analis menilai bahwa tekanan Tiongkok terhadap Taiwan akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya kekuatan militer Beijing dan strategi politiknya yang lebih agresif.

Perdana Menteri juga mengakui tantangan domestik yang dihadapi Tiongkok, seperti "konsumsi yang lesu" dan permintaan rumah tangga, serta "tekanan pada penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan pendapatan."

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Surya Perkasa)