Industri Baja Hadapi Tekanan Ganda dari Konflik Israel-Iran, Apa Saja?

Ilustrasi industri baja. Foto: dok Krakatau Steel.

Industri Baja Hadapi Tekanan Ganda dari Konflik Israel-Iran, Apa Saja?

Insi Nantika Jelita • 25 June 2025 11:36

Jakarta: Anggota Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) Saliman menilai meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran berpotensi membawa tekanan ganda terhadap industri besi dan baja di Indonesia. Potensi dampak tersebut terutama terjadi melalui dua jalur utama kenaikan biaya logistik dan gangguan rantai pasok.

Saliman menuturkan memanasnya konflik tersebut mendorong kenaikan harga minyak dunia, mengingat Iran merupakan salah satu produsen utama minyak global dengan kontribusi sekitar 25 hingga 30 persen terhadap total pasokan dunia. Kenaikan harga minyak akan berdampak langsung pada biaya bahan bakar kapal (marine fuel), sehingga turut meningkatkan ongkos pengiriman bahan baku dan produk baja. 

"Hal ini pada akhirnya menambah beban biaya produksi bagi industri baja nasional," ujarnya kepada Media Indonesia, dikutip Rabu, 25 Juni 2025.

Tekanan lainnya ialah apabila Selat Hormuz benar-benar diblokade. Selat yang terletak dekat wilayah Iran ini merupakan salah satu jalur pelayaran strategis dalam perdagangan internasional. Jika jalur ini terganggu atau bahkan ditutup akibat eskalasi konflik, distribusi berbagai komoditas penting, termasuk besi dan baja, berpotensi mengalami hambatan. 

Indonesia, ungkap Saliman, masih mengandalkan impor produk setengah jadi seperti billet dan slab dari sejumlah negara di kawasan Timur Tengah. "Gangguan pengiriman dari wilayah ini akan memengaruhi ketersediaan bahan baku di dalam negeri," ucapnya.
 

Baca juga: 

Perang Iran-Israel Bisa Ancam Industri Dalam Negeri, Menaker Antisipasi PHK



(Ilustrasi. Foto: Dok MI)

Ketidakstabilan nilai tukar

Selain aspek logistik, ketegangan geopolitik juga kerap memicu ketidakstabilan nilai tukar. Penguatan dolar AS terhadap rupiah akan meningkatkan biaya impor bahan baku, karena transaksi pembelian seperti billet dan slab umumnya dilakukan dalam mata uang dolar. Kenaikan kurs dolar membuat harga bahan baku dalam rupiah menjadi lebih mahal, sehingga mendorong naiknya total biaya produksi.

Saliman berpandangan jika kenaikan biaya tersebut tidak dibarengi dengan penyesuaian harga jual, maka margin keuntungan industri bisa tergerus. Bahkan, beban finansial perusahaan berpotensi meningkat.

"Ini terutama bagi pelaku industri yang memiliki kewajiban pembayaran dalam mata uang asing," ujar dia. 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Eko Nordiansyah)