Ilustrasi. Foto: Freepik.
Jakarta: Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mengalami kenaikan 28 sen atau 0,4 persen menjadi USD69,28 per barel dalam perdagangan Asia pada Rabu, 26 Maret 2025. Kenaikan didorong oleh kekhawatiran pasar terhadap potensi pengetatan pasokan.
Ancaman tarif oleh Presiden AS Donald Trump terhadap negara-negara yang mengimpor minyak dan gas dari Venezuela serta penurunan persediaan minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan menjadi faktor utama yang mendorong harga naik.
Kenaikan ini terjadi setelah Trump menandatangani perintah eksekutif yang memberi wewenang bagi pemerintahannya untuk mengenakan tarif menyeluruh sebesar 25 persen terhadap impor dari negara mana pun yang membeli minyak dan bahan bakar cair dari Venezuela.
"Langkah ini memberikan dampak signifikan mengingat minyak merupakan ekspor utama Venezuela, dengan Tiongkok sebagai pembeli terbesarnya," ujar Analis dari Dupoin Indonesia, Andy Nugraha dalam keterangan tertulis, Rabu, 26 Maret 2025.
(Ilustrasi minyak. Foto: Freepik)
Potensi pergerakan harga yang masih fluktuatif
Berdasarkan kombinasi analisis
candlestick dan indikator
Moving Average, mengidentifikasi terbentuknya tren bearish yang semakin kuat pada WTI. Meskipun demikian, untuk perdagangan hari ini, harga WTI berpotensi naik hingga USD70,5 jika momentum bullish dapat dipertahankan.
"Namun, jika harga gagal mempertahankan kenaikannya dan mengalami reversal, maka ada kemungkinan penurunan harga hingga level USD67,5 sebagai target terdekatnya," ujar dia.
Faktor lain yang turut memberikan dorongan pada harga minyak adalah penurunan stok minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan. Data industri menunjukkan persediaan minyak mentah AS turun sebesar 4,6 juta barel dalam pekan yang berakhir pada 21 Maret, lebih besar dari ekspektasi analis yang memperkirakan penurunan hanya satu juta barel.
"Data resmi dari pemerintah AS tentang persediaan minyak mentah akan dirilis pada hari Rabu, yang berpotensi memberikan dampak tambahan pada pergerakan harga minyak," kata dia.
Selain itu, perkembangan geopolitik juga mempengaruhi harga minyak. Pemerintah Trump telah memperpanjang batas waktu hingga 27 Mei bagi perusahaan energi AS, Chevron, untuk menghentikan operasinya di Venezuela. Jika izin operasional ini dicabut, produksi minyak Venezuela bisa turun sekitar 200 ribu barel per hari, yang semakin memperketat pasokan global.
Di sisi lain, untuk mengimbangi kenaikan harga minyak, AS telah mencapai kesepakatan dengan Ukraina dan Rusia untuk menghentikan serangan di laut serta target energi, dengan Washington setuju untuk mendorong pencabutan beberapa sanksi terhadap Moskow. Namun, kesepakatan ini masih dipenuhi dengan skeptisisme dari berbagai pihak mengenai kepatuhan masing-masing negara terhadap perjanjian tersebut.
Pemuatan minyak mentah berat Venezuela di pelabuhan utamanya juga mengalami perlambatan setelah pengumuman tarif AS. Dengan Chevron mulai mengurangi armada tanker mereka di Venezuela, ketidakpastian terhadap pasokan semakin meningkat. Tarif 25 persen yang dikenakan terhadap negara-negara yang membeli minyak dari Venezuela mulai berlaku pada awal April, yang berpotensi mengurangi permintaan terhadap minyak negara tersebut dan memberikan dampak lanjutan pada pasar minyak global.
"Secara keseluruhan, pergerakan harga minyak pada hari ini akan sangat bergantung pada respons pasar terhadap kebijakan tarif AS, laporan persediaan minyak mentah AS, serta perkembangan geopolitik global," ungkap dia.