Chief Indonesia and India Economist HSBC Global Research Pranjul Bhandari. Foto: Tangkapan layar/MI/Insi.
Insi Nantika Jelita • 8 August 2025 15:41
Jakarta: Chief Indonesia and India Economist HSBC Global Research Pranjul Bhandari menegaskan data pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) sudah valid. Hingga kuartal II-2025, BPS mencatat pertumbuhan ekonomi mencapai 5,12 persen secara tahunan (yoy) lebih tinggi dibandingkan kuartal I yang sebesar 4,9 persen.
Pranjul menyebut capaian tersebut merupakan kejutan positif, meski sebagian masyarakat merasa belum benar-benar merasakan pertumbuhan tersebut di lapangan.
"Faktanya, saya tidak punya alasan untuk meragukan data tersebut," ujar Pranjul dalam acara Media Briefing HSBC: Indonesia Economy Outlook H2-2025 yang digelar secara daring, Jumat, 8 Agustus 2025.
Pranjul menilai ada dua sumber utama yang menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat, yakni investasi dan konsumsi rumah tangga. Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi fisik tumbuh 6,99 persen secara tahunan (yoy) pada kuartal II-2025, menjadi pertumbuhan tertinggi sejak kuartal II-2021. PMTB memberikan kontribusi sekitar 27 persen sampai 27,8 persen terhadap PDB nasional.
Pranjul mengatakan pada sisi investasi, dorongan terbesar berasal dari belanja modal pemerintah. Data menunjukkan pada April–Juni 2025, belanja modal pemerintah mencapai Rp70,1 triliun, melonjak signifikan dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar Rp36,7 triliun pada Januari–Maret 2025.
Kenaikan belanja modal ini tercermin pada meningkatnya aktivitas konstruksi. "Saya rasa inilah yang mendorong pertumbuhan pada kuartal Juni," tegas dia.
Sementara itu, konsumsi rumah tangga tetap tumbuh 4,97 persen. Sejumlah indikator konsumsi menunjukkan perbaikan, khususnya pada pengeluaran untuk makanan, bahan bakar, pakaian, dan kebutuhan sehari-hari lainnya.
Menurut Pranjul, ketahanan konsumsi ini didorong oleh inflasi yang menurun, peningkatan upah di pedesaan, serta program bantuan sosial pemerintah. Meski konsumsi kelas atas cenderung melemah, kekuatan konsumsi secara keseluruhan banyak berasal dari sektor informal.
"Yang paling penting, konsumsi rumah tangga tetap tangguh dengan tumbuh hampir lima persen. Menurut saya hal ini sebagian besar konsumsi dari sektor informal," ucap dia.
Baca juga: Data BPS Diklaim Akurat, Kemenperin Tegaskan Industri Nasional Masih Ekspansif |