Asal Usul Black Friday: Dari Kekacauan, Kini Jadi Hari Diskon Tergila di Dunia

Ilustrasi. Foto: Freepik.

Asal Usul Black Friday: Dari Kekacauan, Kini Jadi Hari Diskon Tergila di Dunia

Ade Hapsari Lestarini • 28 November 2025 06:32

Jakarta: Sebagian orang mungkin sudah tidak asing lagi dengan istilah black friday, terutama bagi mereka yang gemar berbelanja. Pada hari tersebut berbagai toko baik online maupun offline ramai menawarkan potongan harga besar-besaran.

Namun, tak banyak yang mengetahui istilah tersebut muncul berawal dari sebuah peristiwa yang tak terduga. Meski demikian, tradisi black friday justru berkembang pesat dan terus diperingati hingga kini bahkan menyebar ke berbagai negara di seluruh dunia.
 

Apa itu black friday?


Melansir dari Traveloka, black friday merupakan istilah yang digunakan untuk memperingati hari belanja besar-besaran yang jatuh setiap Jumat pada minggu keempat November setiap tahunnya. Adapun perayaan black friday tahun ini jatuh pada Jumat, 28 November 2025.

Black friday diperingati setelah perayaan Thanksgiving di Amerika Serikat. Peringatan black friday menandai dimulainya musim belanja Natal, sehingga biasanya hampir setiap toko akan memberikan potongan harga besar atau promo khusus bagi para pelanggan.

Pada hari tersebut, banyak toko yang memulai kegiatan jual beli lebih awal bahkan tengah malam atau pada saat Thanksgiving masih berlangsung. Penawaran pada black friday menjadi salah satu periode belanja paling sibuk dan paling ditunggu-tunggu setiap tahunnya.
 


Ilustrasi. Foto: Freepik
 

Sejarah lahirnya black friday


Melansir Medcom.id, istilah black friday pertama kali muncul pada 1869 ketika Amerika Serikat (AS) mengalami krisis keuangan besar akibat manipulasi harga emas oleh dua investor. Kejadian tersebut memicu kepanikan nasional dan membuat harga emas serta pasar saham ambruk.

Memasuki era 1950-1960an, black friday mulai digunakan untuk menggambarkan kekacauan yang terjadi sehari setelah Thanksgiving. Para pekerja banyak yang tidak masuk kerja, sementara polisi Philadelphia memakai istilah tersebut untuk melabeli kemacetan parah dan kerumunan besar yang memadati pusat perbelanjaan. Kondisi ini muncul karena masyarakat memanfaatkan libur panjang untuk mulai berbelanja menghadapi musim Natal.

Memasuki akhir 1980-an, para pelaku ritel melihat potensi besar dari lonjakan pembelian setelah Thanksgiving. Mereka kemudian menjadikan black friday sebagai momentum pemasaran dengan menawarkan diskon besar-besaran. Tradisi ini berkembang pesat, didorong kemunculan e-commerce dan promosi global, hingga akhirnya black friday berubah menjadi fenomena belanja internasional yang dirayakan di berbagai negara, baik secara online maupun offline.
 

Alasan banyaknya diskon besar-besaran saat black friday


Berikut merupakan beberapa alasan di balik munculnya promo besar-besaran saat black friday tiba:
  1. Lonjakan Keramaian dan Lalu Lintas. Pada black friday, jumlah kendaraan dan pejalan kaki meningkat secara signifikan. Situasi ini dimanfaatkan pelaku ritel untuk meningkatkan brand awareness karena toko menjadi lebih mudah terlihat dan ramai dibicarakan.
  2. Menghabiskan Stok Berlebih. Banyak toko menggunakan momen ini untuk menjual inventaris yang menumpuk, terutama produk musiman seperti dekorasi Natal dan perlengkapan liburan.
  3. Penawaran Doorbuster. Retailer memberikan potongan harga besar untuk barang mahal seperti TV dan elektronik guna menarik pelanggan datang lebih awal dan berbelanja lebih banyak.
  4. Diskon Pembuka Musim Liburan. Toko-toko menawarkan promo sebagai strategi agar pelanggan tertarik berkunjung dan melakukan pembelian berulang sepanjang musim liburan.
  5. Menjangkau Konsumen Baru. Black friday menjadi kesempatan bagi retailer untuk memperluas target pasar melalui penawaran khusus yang dirancang untuk menarik audiens baru. (Alfiah Ziha Rahmatul Laili)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Ade Hapsari Lestarini)