Militer Filipina kerap diganggu oleh kelompok separatis. Foto: East Asia Forum
Fajar Nugraha • 23 January 2025 16:44
Manila: Mantan anggota separatis menyergap pasukan pemerintah yang ditugaskan untuk mengawal staf Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengunjungi Filipina selatan. Serangan ini menewaskan dua tentara dan melukai 12 lainnya.
Serangan Rabu itu terjadi lebih dari 10 tahun setelah Front Pembebasan Islam Moro (MILF) menandatangani perjanjian damai dengan Pemerintah Filipina. Perjanjian itu mengakhiri kampanye bersenjata selama puluhan tahun yang awalnya bertujuan untuk negara terpisah dan kemudian pemerintahan sendiri Muslim di benteng Katolik Asia tersebut.
Sebuah pernyataan militer mengatakan para tentara itu "ditembaki oleh orang-orang bersenjata tak dikenal" di Pulau Basilan, yang memicu baku tembak yang menewaskan dua tentara dan melukai 12 lainnya.
“Orang-orang bersenjata MILF menyerang pasukan yang telah dikirim untuk memberikan keamanan daerah kepada tim PBB yang akan mengunjungi proyek pembangunan di bekas benteng MILF,” ujar Komandan unit tentara, Brigadir Jenderal Alvin Luzon, seperti dikutip Channel News Asia, Kamis 23 Januari 2025.
“Kunjungan PBB kemudian dibatalkan karena baku tembak,” tambah Luzon.
Kantor perwakilan PBB di Filipina tidak segera menanggapi permintaan AFP untuk memberikan komentar.
Perjanjian damai tersebut telah menghasilkan pembentukan wilayah pemerintahan sendiri di wilayah berpenduduk Muslim di Filipina selatan, yang sekarang dipimpin oleh Kepala Menteri Ahod Ebrahim, mantan kepala MILF.
Namun, proses penonaktifan senjata ribuan pejuang MILF setelah operasi bersenjata yang panjang yang menewaskan ribuan orang belum selesai.
Ebrahim mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dikirim ke AFP bahwa pemerintah daerah Bangsamoro –,yang meliputi provinsi kepulauan Basilan,– "sangat sedih atas pertemuan yang tidak menguntungkan" dengan anggota MILF.
Ia mendesak semua pihak untuk "tetap tenang saat kita berupaya mengatasi insiden ini melalui saluran yang tepat", sambil menekankan bahwa pemerintah daerah tetap teguh dalam komitmennya untuk implementasi penuh perjanjian damai.
Panglima Angkatan Darat Filipina Letnan Jenderal Roy Galido mengutuk serangan tersebut dan mengatakan pasukannya "bekerja sama erat dengan unit pemerintah daerah dan lembaga penegak hukum untuk memastikan bahwa para pelaku tindakan pengkhianatan ini menghadapi konsekuensi penuh dari tindakan mereka.”