Gencatan Senjata Thailand-Kamboja Mulai Berlaku Meski Dihantui Bentrokan Sporadis

Prajurit di perbatasan periksa kerusakan akibat perang. Foto: Khmer Times

Gencatan Senjata Thailand-Kamboja Mulai Berlaku Meski Dihantui Bentrokan Sporadis

Fajar Nugraha • 31 July 2025 14:26

Bangkok: Gencatan senjata antara Thailand dan Kamboja mulai berlaku dan sebagian besar dipatuhi, meski sempat diwarnai insiden saling tuduh serangan di wilayah perbatasan. Tekanan ekonomi dari Amerika Serikat (AS) turut mendorong kedua negara untuk menghentikan konflik berdarah yang telah menewaskan sedikitnya 38 orang dan memaksa hampir 300.000 warga mengungsi.

Kesepakatan untuk gencatan senjata “segera dan tanpa syarat” dicapai dalam pertemuan di Malaysia pada Senin malam dan mulai berlaku sejak tengah malam. Namun hanya beberapa jam kemudian, militer Thailand menuduh Kamboja meluncurkan sejumlah serangan di beberapa titik pada Selasa pagi, klaim yang langsung dibantah oleh pihak Kamboja.

Mengutip dari Al Jazeera, Kamis, 31 Juli 2025, gencatan ini terjadi di tengah ancaman kebijakan dagang dari Presiden AS Donald Trump. Washington dijadwalkan mengumumkan tarif impor baru pada Jumat mendatang, yang diperkirakan akan memberatkan ekspor Thailand dan Kamboja dengan tarif sebesar 36%. Trump juga memperingatkan bahwa kesepakatan dagang dengan kedua negara bisa dibatalkan jika kekerasan terus berlanjut.

Pemerintah Thailand mengonfirmasi bahwa bentrokan ringan masih terjadi di titik-titik rawan. Pada Rabu pagi, militer Thailand melaporkan terjadinya tembak-menembak di wilayah Phu Makhuea, pegunungan di kawasan sengketa dekat Provinsi Sisaket. 

Meski demikian, tidak ada penggunaan artileri berat, dan pertempuran berhenti setelah komandan militer dari kedua negara bertemu dan sepakat untuk menghentikan pergerakan pasukan serta membentuk tim koordinasi menjelang pertemuan komite perbatasan gabungan di Kamboja pada 4 Agustus mendatang.

Juru bicara Kantor Perdana Menteri Thailand, Jirayu Houngsub, menyatakan bahwa militer Thailand “masih menangani dan mengendalikan situasi.” 

Sementara itu, Menteri Pertahanan Kamboja, Tea Seiha, menegaskan bahwa pasukannya mematuhi kesepakatan gencatan senjata, meski mengakui adanya beberapa “insiden kecil.”

Di sisi lain, sebagian pengungsi mulai kembali ke rumah mereka di tengah situasi yang relatif tenang. Namun banyak yang masih memilih bertahan di tempat penampungan darurat di perbatasan barat laut Kamboja.

“Saya akan pulang kalau pemerintah mengatakan desa saya sudah aman,” kata Meun Saray, seorang pengungsi berusia 45 tahun di dekat kota perbatasan Samraong, Provinsi Oddar Meanchey. 

"Karena hidup di sini tidak semudah hidup di rumah sendiri," ucap Saray.

Kawasan itu berada di dekat perlintasan O Smach yang sempat menjadi lokasi baku tembak pada Senin sore. Beberapa warga sipil dilaporkan terluka akibat peluru nyasar yang menghantam rumah mereka.

Bentrokan terbaru ini dipicu oleh ledakan ranjau darat di perbatasan yang melukai lima tentara Thailand pada Kamis lalu, menyusul ketegangan yang meningkat sejak Mei setelah seorang prajurit Kamboja tewas dalam konfrontasi sebelumnya. Sengketa perbatasan sepanjang 800 kilometer antara kedua negara sudah berlangsung selama bertahun-tahun dan kerap memicu konflik.

Pengamat menilai gencatan ini rapuh dan belum menyentuh akar masalah. 

"Risikonya besar dan perlu batas-batas yang jelas untuk membangun kepercayaan,” ujar Bridget Welsh, pakar politik Asia Tenggara. 

Ia mendesak dimulainya survei batas wilayah secara menyeluruh agar konflik tidak kembali meletus.

Kokthay Eng, peneliti asal Kamboja, juga mengingatkan bahwa gencatan bisa runtuh jika pemerintah Thailand gagal mengamankan kelonggaran tarif dari Amerika Serikat.

(Muhammad Reyhansyah)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Fajar Nugraha)