Personel militer Amerika Serikat. (Anadolu Agency)
Washington: Seorang hakim federal di Amerika Serikat pada Selasa kemarin memutuskan untuk sementara waktu memblokir kebijakan Presiden Donald Trump yang melarang individu transgender bergabung atau tetap bertugas di militer.
Keputusan ini diambil di tengah proses hukum yang diajukan 20 anggota militer aktif dan calon anggota yang menentang kebijakan Trump.
Hakim Distrik AS Ana Reyes di Washington menilai bahwa perintah eksekutif Trump yang dikeluarkan pada 27 Januari kemungkinan besar melanggar Konstitusi AS, khususnya klausul yang melarang diskriminasi berbasis jenis kelamin.
"Tragisnya, ribuan anggota militer transgender telah berkorban, bahkan mempertaruhkan nyawa demi memastikan hak perlindungan yang sama bagi orang lain, yang justru ingin dicabut oleh larangan ini," ujar Reyes dalam keputusannya, seperti dikutip Channel News Asia, Rabu, 19 Maret 2025.
Reyes, yang diangkat oleh Presiden Joe Biden, juga menyoroti bahwa pemerintah gagal memberikan alasan kuat mengapa anggota transgender yang telah membuktikan kemampuan dan dedikasi mereka harus dikeluarkan dari dinas militer.
Penolakan terhadap Kebijakan Trump
Jennifer Levi, pengacara yang mewakili para penggugat, menyambut baik keputusan pengadilan tersebut.
"Putusan ini sangat jelas dan tegas. Pengadilan secara sistematis mendokumentasikan dampak nyata dan merugikan yang ditimbulkan oleh larangan ini terhadap anggota militer transgender yang hanya ingin melayani negara mereka dengan kehormatan," kata Levi dalam pernyataannya.
Baik Gedung Putih maupun Departemen Pertahanan belum memberikan tanggapan atas keputusan pengadilan ini.
Sebagai respons terhadap perintah eksekutif Trump, militer AS mengumumkan pada 11 Februari bahwa mereka akan melarang individu transgender untuk mendaftar dan menghentikan prosedur atau layanan medis yang terkait dengan perubahan gender bagi anggota aktif. Akhir bulan itu, militer menyatakan akan mulai memproses pemecatan bagi anggota transgender yang saat ini bertugas.
Dalam kebijakan yang ia tandatangani, Trump berpendapat bahwa identitas gender yang tidak sesuai dengan jenis kelamin biologis bertentangan dengan komitmen seorang prajurit terhadap gaya hidup yang jujur, terhormat, dan disiplin, bahkan di luar tugas militer.
Namun, dalam keputusannya, Reyes menekankan bahwa pemerintah sendiri telah mengakui bahwa para penggugat adalah prajurit yang luar biasa dan menjadi bukti nyata bahwa individu transgender mampu menunjukkan "etos pejuang, kesehatan fisik dan mental, tanpa pamrih, kehormatan, integritas, dan disiplin" yang dibutuhkan untuk menjaga keunggulan militer.
"Jadi, mengapa memecat mereka dan prajurit lain yang telah berdedikasi? Tidak ada jawaban memadai dari pihak tergugat terkait pertanyaan krusial ini," tegas Reyes.
Sejarah Larangan dan Pergeseran Kebijakan
Kebijakan Trump ini bukan kali pertama ia memberlakukan larangan terhadap anggota transgender di militer. Pada masa jabatan pertamanya, ia mengeluarkan kebijakan serupa yang memungkinkan anggota transgender yang sudah bertugas tetap di militer, tetapi melarang perekrutan baru.
Para penggugat berpendapat bahwa kebijakan tersebut melanggar hukum, merujuk pada putusan Mahkamah Agung AS tahun 2020 yang menyatakan bahwa diskriminasi terhadap individu transgender di tempat kerja merupakan bentuk diskriminasi jenis kelamin yang melanggar hukum.
Di sisi lain, pengacara pemerintah berargumen bahwa militer memiliki hak untuk melarang individu dengan kondisi tertentu yang dianggap tidak memenuhi syarat untuk bertugas, termasuk gangguan bipolar dan gangguan makan. Pada sidang 12 Maret, mereka meminta Reyes untuk menghormati penilaian administrasi saat ini yang menyatakan bahwa individu transgender tidak layak bertugas di militer.
Namun, Reyes secara terbuka menyatakan ketidakpuasannya terhadap alasan yang diajukan pemerintah, terutama terkait bahasa dalam kebijakan yang merendahkan karakter individu transgender.
Menurut data Departemen Pertahanan, terdapat sekitar 1,3 juta personel aktif di militer AS. Sementara para advokat hak transgender memperkirakan ada sekitar 15.000 anggota transgender di militer, pejabat pemerintah memperkirakan jumlahnya hanya di kisaran beberapa ribu orang.
Kebijakan larangan terhadap transgender di militer pertama kali dicabut pada tahun 2016 di bawah pemerintahan Presiden Barack Obama. Namun, kebijakan ini mengalami perubahan drastis di bawah pemerintahan Trump, Biden, dan kini kembali diberlakukan oleh Trump di masa jabatan keduanya.
Dengan keputusan hakim Reyes yang menunda penerapan kebijakan tersebut, masa depan anggota transgender di militer AS kini berada di tangan proses hukum yang sedang berlangsung. (
Muhammad Reyhansyah)
Baca juga:
Trump Larang Transgender Berkompetisi dalam Olahraga Perempuan