Dari Penjara ke Pilpres, Kim Moon-soo Maju sebagai Kandidat Capres Korea Selatan

Kim Moon-soo salah satu kandidat capres Korea Selatan. Foto: Yonhap

Dari Penjara ke Pilpres, Kim Moon-soo Maju sebagai Kandidat Capres Korea Selatan

Fajar Nugraha • 30 May 2025 21:48

Seoul: Ketika partai konservatifnya tunduk untuk menunjukkan penyesalan atas keputusan darurat militer yang membawa bencana dari mantan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol, Kim Moon-soo duduk sendirian, bertekad dalam pernyataan tidak meminta maaf secara simbolis.

Momen tersebut membuat tenar nama aktivis buruh yang kini menjadi anggota parlemen itu.

"Ia pada dasarnya adalah kandidat presiden yang dilahirkan oleh media sosial," kata Direktur Eksekutif Korea Risk Group, Jeongmin Kim, kepada AFP, seperti dikutip dari Anadolu, Jumat 30 Mei 2025.

Masyarakat di internet menjulukinya "Moon-soo yang keras kepala" sebagai bentuk persetujuan atas langkah tersebut. Namun, Partai Kekuatan Rakyat (PPP) -,partai lama Yoon,- justru tidak begitu bersemangat dengan pencalonan Kim Moon-soo. Dalam pertikaian internal yang menonjol, PPP memilihnya, lalu membatalkan pemilihan, dan kembali memilih mantan menteri buruh itu sebagai calonnya.

Kebimbangan itu merupakan masalah baru yang mengguncang partai setelah Yoon yang dimakzulkan dari jabatannya. Ia menjadi pemimpin PPP kedua yang dicopot setelah Park Geun-hye pada tahun 2017.

Dalam perjalanan kampanye, Kim telah berusaha menjauhkan diri dari Yoon—yang keluar dari PPP pada pertengahan Mei. Pria berusia 73 tahun itu menyampaikan permintaan maaf pertamanya "kepada orang-orang yang menderita akibat darurat militer".

"Darurat militer tidak hanya mempersulit ekonomi dan politik dalam negeri, tetapi juga menyebabkan tantangan signifikan dalam ekspor dan hubungan diplomatik," katanya kepada media lokal. 

Kim, Si Aktivis dari Penjara

Lahir di provinsi Gyeongsang Utara, Kim tumbuh dalam kemiskinan setelah ayahnya ikut menandatangani pinjaman yang menjerumuskan keluarganya ke dalam utang. Kim aktif politik sejak tahun terakhir sekolah menengahnya—ketika ia diskors karena memprotes upaya pemimpin militer Presiden Park Chung-hee untuk memperpanjang kekuasaannya.

Kim berkuliah di universitas paling bergengsi di Korea Selatan, tetapi mulai bekerja di pabrik sambil belajar untuk mendapatkan gelarnya dan mengorganisasi serikat buruh. Ia ditangkap dua kali pada tahun 1980-an, pertama atas tuduhan melanggar Undang-Undang Anti-Komunisme, dan kemudian berdasarkan Undang-Undang Keamanan Nasional.

Setelah menghabiskan lebih dari dua setengah tahun di penjara, ia diampuni pada tahun 1988 dan terkejut mendapati negaranya berkembang pesat ketika ia keluar dari penjara.

“Prediksi saya bahwa kapitalisme Korea Selatan pada akhirnya akan gagal terbukti salah,” tulis Kim dalam biografinya.

Runtuhnya Uni Soviet mengubah pandangan dunianya, membuat Kim bergabung dengan partai konservatif.

Pada tahun 1996, Kim terpilih menjadi anggota parlemen. Ia kemudian menjabat dua periode sebagai gubernur provinsi Gyeonggi. Setelah dituduh tanpa didakwa dalam skandal penyalahgunaan kekuasaan pada tahun 2011, Kim kembali menemukan pijakannya di antara kaum konservatif sayap kanan.

Popularitasnya didukung oleh upayanya untuk merevisi buku teks sejarah dengan cara yang dianggap menguntungkan bagi Korea, ditambah denda besar karena menghadiri kebaktian gereja selama pandemi Covid-19. Ia diangkat menjadi menteri tenaga kerja oleh Yoon pada tahun 2024 dan dianggap sebagai bagian dari lingkaran dalam pimpinan Yoon.

Berharap pada Keajaiban

Jajak pendapat menunjukkan Kim tertinggal setidaknya 10 poin persentase di belakang pemimpin oposisi Lee Jae-myung. Kim juga tidak berhasil meyakinkan kandidat tempat ketiga, Lee Jun-seok, dari Partai Reformasi untuk menggabungkan kekuatan, yang akan membuat pemilihan umum menjadi lebih kompetitif.

"Untuk beberapa hari ke depan, pernyataan apa pun yang menyinggung sentimen publik dapat merugikan suara kandidat," kata Direktur Penelitian di Gallup Korea, Heo Jin-jae. Pertanyaan pentingnya adalah apakah Kim dapat memenangkan hati kaum moderat.

"Basis konservatif di Korea Selatan secara ideologis luas, dan karakter politik Kim Moon-soo cukup berbeda," kata seorang profesor di Universitas Wanita Sookmyung, Kang Joo-hyun, kepada AFP.

"Di antara kaum moderat atau pragmatis di sayap kanan, ada keraguan terkait apakah mereka dapat sepenuhnya mendukung Kim," kata Kang.

Ia menambahkan bahwa ada "batasan sejauh mana daya tariknya menjangkau seluruh orang".

Menanggapi komentar tersebut, Kim justru mengingat kemenangannya di menit-menit terakhir ketika ia mencalonkan diri untuk parlemen pada tahun 1996. "Anda tidak mengira saya akan menjadi kandidat (terakhir), bukan? Begitu pula saya," kata Kim kepada wartawan pada hari pertama kampanyenya. "Namun, kami telah menulis sebuah keajaiban..

(Nada Nisrina)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Fajar Nugraha)