Kedai Kopi. Foto: Unsplash.
Jakarta: Beberapa negara penghasil kopi terbesar di Kawasan Asia kini menghadapi tantangan yang lebih besar untuk memenuhi permintaan domestik. Hal ini membuat mereka memilih mengimpor kopi dari Brasil karena harganya yang murah.
Dari jalan-jalan di Ho Chi Minh City hingga kafe-kafe di Jakarta dipenuhi dengan sajian kopi yang membuat konsumsi domestik naik. Walaupun Vietnam dan Indonesia masih menjadi negara produsen kopi terbesar, mereka semakin banyak membeli kopi dari negara Brasil untuk memenuhi lonjakan konsumsi.
“Sungguh luar biasa betapa orang-orang menyukai kopi mereka,” kata Konsultan Judy Ganes, mengacu pada budaya kafe yang berkembang pesat di Indonesia dikutip dari
Business Times, Minggu 3 Maret 2024.
Baik Indonesia maupun Vietnam, yang merupakan produsen besar varietas kopi Robusta pahit yang disukai untuk membuat espresso dan minuman instan, lebih memilih mengekspor produksi kopi mereka dan mengimpor untuk konsumsi dalam negeri karena harga biji kopi mereka sendiri lebih mahal dibandingkan biji kopi Brasil.
Faktor sejuknya kopi di dalam negeri merupakan indikasi baik impor akan terus berlanjut, terutama setelah cuaca ekstrem dan hasil panen yang tidak mencukupi selama beberapa tahun terakhir telah membebani produksi global.
Pedagang kopi terbesar di dunia, Neumann Kaffee Gruppe (NKG), bertaruh pada perubahan ini, dengan membuka kantor impor di Indonesia karena mereka memperkirakan permintaan di sana pada akhirnya akan lebih tinggi dari kemampuan hasil panen negara tersebut.
konsumsi kopi di Indonesia
Konsumsi kopi Indonesia tumbuh sekitar 4 persen per tahun selama dekade terakhir, menurut asosiasi eksportir lokal. Angka tersebut lebih tinggi dari pertumbuhan permintaan global sebesar 2,2 persen yang diperkirakan tahun ini oleh Organisasi Kopi Internasional.
Menurut dewan eksportir kopi asal brasil (Cecafe), pengiriman kopi dari Brazil ke Indonesia, produsen terbesar keempat di dunia, meningkat lebih dari dua kali lipat tahun lalu.
“Potensi pertumbuhan masih sangat besar, terutama karena konsumsi per kapita lebih rendah dibandingkan belahan dunia lain,” kata Ketua Kelompok Cecafe Marcio Ferreira.
Kepala Industri Hilir Kopi di Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia Moelyono Soesilo menuturkan berkembangnya kebiasaan minum kopi membuat sebagian besar produksi biji kopi di Indonesia terhenti.
"Permintaan dapat melebihi produksi dalam lima hingga delapan tahun ke depan jika laju yang sama terus berlanjut," kata dia.
Kelompok ini berupaya membantu para petani mengelola perkebunan mereka, dengan tujuan meningkatkan hasil panen di atas tingkat saat ini yaitu 1,1 metrik ton per hektar. Sebagai perbandingan, daerah yang menghasilkan varietas kopi serupa di Brazil mempunyai hasil sekitar 2,5 ton per hektar.
Sementara itu, pengiriman kopi dari Brazil ke Vietnam melonjak lebih dari enam kali lipat dalam 12 bulan yang berakhir pada Januari.
faktor El Nino
Faktor cuaca mendorong impor Brasil ke wilayah Asia. Fenomena El Nino telah menyebabkan kekeringan ekstrim di Asia Tenggara pada musim ini, sehingga mengurangi produksi di Vietnam dan Indonesia dan menyebabkan lonjakan harga lokal.
Kopi Vietnam saat ini diperdagangkan dengan harga lebih dari USD30 dibandingkan biji kopi Brazil, membuat pembelian di Amerika Selatan menjadi lebih menarik. Meskipun Vietnam adalah pemasok kopi Robusta terbesar di dunia, cuaca ekstrem dan rendahnya keuntungan yang diperoleh selama bertahun-tahun sebelum lonjakan harga tahun lalu menyebabkan beberapa petani beralih ke tanaman lain.
Menurut perkiraan perusahaan manajemen risiko Hedgepoint Global Markets pangsa negara ini di pasar global telah menyusut secara bertahap dalam satu dekade terakhir merupakan yang terkecil sejak tahun 2008.
Namun pemulihan pasokan kopi di Vietnam dan Indonesia diperkirakan akan terjadi, karena harga yang lebih tinggi akan memberikan pendapatan yang lebih tinggi bagi para petani, sehingga mendorong mereka untuk berinvestasi dalam memperluas dan meningkatkan hasil panen mereka.