Ilustrasi. Medcom.id
Serang: Aktivis di Banten tengah menyuarakan fenomena eksploitasi sumber air tanah tanpa izin oleh sejumlah pihak. Direktur Eksekutif Satya Peduli Banten, Sojo Dibacca, mengatakan pihaknya mendapat informasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI) yang menyebut ada salah satu rumah sakit di Kota Serang tidak memiliki Surat Izin Pengusahaan Air Tanah (SIPA)
Menurut Sojo BPK RI menyebut dari hasil pemeriksaan secara uji petik terhadap 20 Wajib Pajak (WP) Pajak Air Tanah Tahun 2023, menunjukkan 1 WP yang belum memiliki SIPA dan 5 WP yang telah memiliki SIPA namun telah berakhir masa berlakunya. Dalam tabel yang dimuat pada berkas itu tertulis Rumah Sakit SA yang diduga kuat sebagai Sari Asih Serang tertulis tidak memiliki SIPA.
"Rumah sakit itu juga diduga mengalami selisih pembayaran pajak air tanah akibat Pemerintah Kota Serang menerapkan NPA (Nilai Perolehan Air Tanah) secara flat setiap bulannya," kata Sojo di Serang, Jumat, 5 Juli 2024.
Sojo menuturkan Badan Pendapatan Keuangan Daerah (Bapenda) Kota Serang menetapkan volume air secara flat sebesar 1.150 meter kubik setiap bulannya, sementara itu lebih kecil jika dibanding perhitungan berdasarkan pedoman yang mencapai 1.800 kubik perbulan dengan kapasitas pompa 5 meter kubik. Hal ini bertentangan dengan Peraturan Walikota Serang Nomor 6 Tahun 2022 tentang Pajak Air Tanah.
"Dari catatan BPK RI, jika penghitungan NPA nya sesuai pedoman maka rumah sakit tersebut seharusnya membayar pajak air tanah Rp68.962.549, di mana realisasinya hanya Rp32.009.236, sehingga selisih Rp36.953.313," jelasnya.
Menanggapi hal tersebut, Humas Sari Asih Serang, Agus Ramdhani, menyatakan pihak rumah sakit memiliki SIPA yang baru diperpanjang pada 2022 dan baru akan habis pada 2025.
"Ini berkasnya izinnya (sambil menunjukan sebagian berkas SIPA pendaftaran ulang). Kita ada izinnya dari DPMPTSP Provinsi Banten. Kami patuh terhadap aturan. Pajak juga bayar," kata Agus di Serang
Terkait penggunaan air tanah di Rumah Sakit Sari Asih, Agus berujar volumenya tidak sebanyak mal dan hotel. Dia juga meyakini persoalan perizina SIPA juga dialami oleh rumah sakit lainnya di Kota Serang.
"Kenapa BPK bisa menuliskan itu (LHP). Seharusnya ada sumbernya ya? Seharusnya kalau ada temuan dari BPK atau sebagainya, pemerintah langsung bersurat atau nyamperin ke sini, ke perusahaan. Intinya kalau izin kami ada," ungkapnya.