Menteri Luar Negeri Retno Marsudi saat berbicara di Sidang Majelis Umum PBB di New York, AS, 23 September 2023. (Twitter/X/Menlu_RI)
New York: Dunia saat ini berada di persimpangan jalan. Satu- satunya jalan untuk mengatasi berkurangnya kepercayaan dan kesenjangan global adalah dengan meningkatkan solidaritas dan tanggung jawab kolektif global.
Demikian disampaikan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam Sidang Majelis Umum ke-78 PBB di New York, Amerika Serikat pada Sabtu, 23 September 2023.
Pernyataan disampaikan dalam upaya membangkitkan kembali kepercayaan dan solidaritas global sebagaimana semangat yang diwariskan oleh Konferensi Asia Afrika 1955 yang dikenal dengan Dasa Sila Bandung atau Bandung Spirit.
Bandung Spirit menyerukan penghormatan terhadap HAM dan Piagam PBB, yaitu, kedaulatan dan integritas teritorial, kesetaraan semua ras dan bangsa, penyelesaian sengketa secara damai, dan pemajuan kerja sama yang saling menguntungkan.
Selain itu, Bandung Spirit juga mengingatkan bahwa semua negara memiliki hak dan tanggung jawab untuk menjaga perdamaian dan stabilitas, mendorong kerja sama yang win-win, dan memperkokoh solidaritas
Menurut Menlu Retno, kepemimpinan global bukan soal kekuasaan dan memengaruhi pihak lain, tapi "mendengarkan, membangun jembatan, menghormati aturan hukum secara konsisten, dan memperlakukan semua negara secara sama."
Aturan Internasional
Sesuai dengan tema Sidang Majelis Umum PBB tahun ini, yaitu membangun kembali kepercayaan dan solidaritas global, Menlu Retno menyampaikan tiga poin utama mengenai bagaimana komunitas dunia dapat melakukannya.
"Pertama, membentuk kepemimpinan global yang kolektif. Nasib dunia tidak bisa hanya ditentukan beberapa kekuatan besar," tegas Menlu Retno, yang mengenakan pakaian tradisional dari Nusa Tenggara Timur.
Ia menegaskan bahwa semua negara, baik itu negara kecil atau besar, berkembang atau sudah maju, memiliki suara yang sama. Menlu Retno mendorong semua negara untuk mematuhi aturan internasional, terutama yang fundamental seputar kedaulatan dan integritas wilayah.
"Solusi seharusnya bisa diselesaikan di meja perundingan, bukan di medan perang," tutur Menlu Retno, menyiratkan pada beberapa konflik yang terjadi di kancah global saat ini.
Masa Depan yang Lebih Kuat
Poin kedua adalah advokasi mengenai pertumbuhan bagi semua negara. Menlu Retno menegaskan bahwa semua negara berhak tumbuh, namun arsitektur global saat ini hanya menguntungkan beberapa pihak.
Banyak negara kesulitan mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau
SDGs karena berbagai hal, termasuk terhambat utang luar negeri. Menurut Menlu Retno, negara-negara maju perlu turut membantu negara yang mengalami kesulitan untuk membangun masa depan yang lebih kuat bersama-sama.
Ketiga adalah memperkuat kerja sama regional. Sebagai ketua ASEAN tahun ini, Menlu Retno mengatakan bahwa Indonesia telah menavigasi ASEAN melewati geopolitik yang dinamis. Ia mengatakan bahwa ASEAN sudah berhasil melakukan hak serupa sejak 5 dekade terakhir.
"ASEAN kembali menegaskan bahwa kami tidak akan menjadi 'pion catur' dari rivalitas (kekuatan-kekuatan besar). Asia Tenggara harus menjadi episentrum pertumbuhan (
epicentrum of growth), di mana semua negara mendapat keuntungan," ungkap Menlu Retno.
Akhir kata, Menlu Retno mengatakan bahwa banyak proposal telah dibuat untuk membangun kembali kepercayaan dan solidaritas global. Namun nyatanya, tujuan tersebut masih belum dapat diwujudkan.
"Waktu terbaik untuk beraksi mungkin sudah lewat, tapi waktu terbaik kedua adalah saat ini. Mari kita jadikan komitmen menjadi aksi nyata. Masyarakat kita dan dunia menanti, dan kita harus menyuguhkan hasil nyata," pungkas Menlu Retno.