Presiden Filipina Ferdinand R. Marcos Jr. Foto: Associated Press
Fajar Nugraha • 9 September 2023 08:08
Manila: Filipina mengutuk tindakan ‘ilegal’ yang dilakukan oleh kapal-kapal Tiongkok. Setelah kapal-kapal tersebut diduga ikut campur dalam misi pasokan lainnya ke pos militer terpencil di Laut China Selatan yang disengketakan.
Satuan Tugas Nasional untuk Laut Filipina Barat, yang mencakup lembaga-lembaga penting pemerintah Filipina, mengatakan pihaknya “sangat menyesalkan dan mengutuk tindakan ilegal, agresif, dan mengganggu stabilitas” yang dilakukan kapal penjaga pantai dan “milisi” Tiongkok di perairan tersebut.
Pada Jumat pagi, Penjaga Pantai Filipina mengawal kapal-kapal pasokan ke Second Thomas Shoal di Kepulauan Spratly, tempat sejumlah tentara ditempatkan di sebuah kapal angkatan laut yang hancur, kata gugus tugas tersebut.
Meskipun misi tersebut berhasil, gugus tugas tersebut mengatakan bahwa mereka mendapat informasi bahwa kapal-kapal "Penjaga Pantai Tiongkok dan Milisi Maritim Tiongkok" telah melakukan "pelecehan, manuver berbahaya, dan perilaku agresif" terhadap kapal-kapal Filipina.
Tiongkok mengklaim hampir seluruh jalur perairan tersebut, yang menjadi jalur perdagangan senilai triliunan dolar setiap tahunnya, dan telah mengabaikan keputusan internasional yang menyatakan bahwa pernyataan mereka tidak memiliki dasar hukum.
Dalam sebuah pernyataan, juru bicara Penjaga Pantai Tiongkok menuduh kapal-kapal Filipina memasuki perairan sekitar terumbu karang “tanpa mendapat izin dari pemerintah Tiongkok”.
“Penjaga Pantai Tiongkok mengeluarkan peringatan keras, mengikuti seluruh jalur mereka, dan secara efektif mengatur kapal-kapal Filipina sesuai dengan hukum,” kata juru bicara tersebut, seperti dikutip Channel News Asia, Sabtu 9 September 2023.
Second Thomas Shoal berjarak sekitar 200 kilometer dari pulau Palawan di Filipina barat, dan lebih dari 1.000 kilometer dari daratan besar terdekat Tiongkok, pulau Hainan.
Misi pasokan tersebut dilakukan sehari setelah Presiden Filipina Ferdinand Marcos mengatakan pada KTT Asia Timur yang dihadiri 18 negara di Indonesia untuk menentang penggunaan “kapal penjaga pantai dan milisi maritim” di Laut China Selatan.
Marcos mengatakan pada pertemuan tersebut, yang dihadiri oleh Tiongkok, bahwa Manila prihatin dengan pemasangan fasilitas militer di wilayah yang direklamasi seperti singkapan dan terumbu karang, serta pelanggaran hukum internasional.
“Kami prihatin atas tindakan konsisten yang melanggar kewajiban berdasarkan hukum internasional,” kata Marcos, menurut transkrip pernyataannya yang dirilis istana presiden.
“Kita harus menentang penggunaan kapal penjaga pantai dan kapal milisi maritim yang berbahaya di Laut China Selatan,” imbuh Marcos.
Dia tidak menyebutkan nama negara mana pun pada pertemuan puncak yang dihadiri oleh Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang dan Wakil Presiden AS Kamala Harris.
Tiongkok mengerahkan ratusan kapal untuk berpatroli di Laut Cina Selatan dan mengerumuni terumbu karang.
Kapal penjaga pantai dan angkatan lautnya secara rutin memblokir atau membayangi kapal-kapal Filipina di perairan yang diperebutkan, kata Manila.
Filipina, sekutu lama AS, memiliki pos terdepan di sembilan terumbu karang dan pulau di Spratly, termasuk Second Thomas Shoal.
Angkatan Laut Filipina sengaja mendaratkan BRP Sierra Madre era Perang Dunia II di perairan dangkal tersebut pada tahun 1999 untuk menghambat kemajuan Tiongkok di perairan tersebut.
Pasukan yang ditempatkan di kapal berkarat itu bergantung pada pengiriman reguler untuk kelangsungan hidup mereka.
Manila dan Beijing memiliki sejarah panjang sengketa maritim di Laut China Selatan.
Ketegangan antara kedua negara berkobar bulan lalu ketika kapal Penjaga Pantai Tiongkok menggunakan meriam air terhadap misi pasokan Filipina, sehingga mencegah salah satu kapal mengirimkan muatannya.