Ilustrasi freepik
Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi Menurut Islam
Putri Purnama Sari • 31 December 2025 11:48
Jakarta: Setiap akhir Desember, masyarakat di berbagai belahan dunia bersiap menyambut Tahun Baru Masehi. Perayaan ini identik dengan pesta, kembang api, dan berbagai bentuk hiburan.
Namun, bagi umat Islam, sering muncul pertanyaan bagaimana hukum merayakan tahun baru Masehi menurut Islam? Apakah diperbolehkan, dilarang, atau ada batasan tertentu? Untuk mengetahui jawabannya, berikut ini adalah penjelasan mengenai hukum merayakan tahun baru Masehi menurut pandangan Islam.
Apa yang Dimaksud Tahun Baru Masehi?
Tahun Baru Masehi adalah pergantian tahun dalam kalender masehi yang jatuh pada tanggal 1 Januari. Kalender ini digunakan secara internasional untuk keperluan administrasi, pendidikan, dan kehidupan sosial.Umat Islam memiliki kalender Hijriah dengan 1 Muharram sebagai awal tahun. Oleh karena itu, perayaan tahun baru Masehi bukan berasal dari tradisi Islam.
Dalam Islam, setiap aktivitas dinilai berdasarkan niat, bentuk perbuatan, dan dampaknya. Sesuatu yang bersifat budaya atau sosial juga perlu dilihat isi dan tujuannya. Makanya, hukum merayakan tahun baru Masehi tidak bisa digeneralisasi tanpa melihat bagaimana bentuk perayaannya.
Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi Menurut Islam
Dilansir dari NU Online, A Zaeini Misbaahuddin Asyuari dalam tulisannya berjudul “Rayakan Tahun Baru? Hati-Hati, Ternyata Begini Hukumnya dalam Kajian Islam” menjelaskan bahwa secara fikih, perayaan tahun baru tidak otomatis dihukumi haram.“Setelah menelaah berbagai literatur, dijumpai keterangan perihal kebolehan merayakan momentum tahun baru selama tidak diisi dengan kemaksiatan seperti tindakan huru-hara, balap liar, tawuran, pacaran dan lain sebagainya,” tulisnya, dikutip Rabu, 31 Desember 2025.
Ia menegaskan tradisi menyambut pergantian tahun termasuk dalam wilayah adat atau kebiasaan sosial, bukan ibadah mahdhah. Makanya, hukum perayaannya sangat bergantung pada cara dan konten kegiatan yang dilakukan.
Menurut Zaeini, larangan baru muncul apabila perayaan tersebut disertai perbuatan negatif, seperti pesta minuman keras, pergaulan bebas, tawuran, atau aktivitas hura-hura yang menyebabkan lalai dari kewajiban agama.
Ia juga merujuk pada pandangan Guru Besar Al-Azhar Asy-Syarif serta Mufti Agung Mesir Syekh Athiyyah Shaqr (wafat 2006 M) yang tercantum dalam kompilasi fatwa ulama Al-Azhar.
Zaeini menyampaikan bahwa sejumlah ulama Al-Azhar dan para ahli hadis berpandangan bahwa mengucapkan selamat tahun baru diperbolehkan.
Menurut mereka, ucapan “selamat tahun baru” tidak bisa dikategorikan sebagai bid’ah tercela selama tidak diyakini sebagai bagian dari ritual keagamaan tertentu.
Bahkan, momen pergantian tahun dinilai tepat untuk dijadikan sarana muhasabah atau introspeksi diri, agar kehidupan ke depan menjadi lebih baik dan bermakna.
Pandangan moderat tersebut sejalan dengan imbauan Ketua PBNU Bidang Keagamaan KH Ahmad Fahrur Rozi, yang menekankan pentingnya menjadikan malam pergantian tahun sebagai ajang kebersamaan yang sederhana namun bernilai ibadah.
Ia mengajak masyarakat untuk mengisi pergantian tahun bersama keluarga, tetangga, atau komunitas melalui kegiatan yang menenangkan dan dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Sikap Bijak Muslim dalam Menyambut Tahun Baru Masehi
Sebagai seorang Muslim, sikap yang dianjurkan adalah:- Mengisi waktu dengan kegiatan bermanfaat
- Memperbanyak doa dan introspeksi
- Menjauhi perbuatan sia-sia
- Tidak mencela atau merendahkan orang lain yang merayakan
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Metrotvnews.com