Putri Purnama Sari • 23 December 2025 15:22
Jakarta: Setiap tanggal 25 Desember, umat Kristiani di berbagai belahan dunia memperingati Hari Raya Natal, yang dimaknai sebagai perayaan kelahiran Yesus Kristus. Perayaan ini menjadi salah satu momen keagamaan terpenting yang sarat makna spiritual, kebersamaan, dan kasih.
Dalam tradisinya, Natal biasanya dirayakan melalui dua rangkaian ibadah. Pertama adalah ibadah malam Natal yang dilaksanakan pada 24 Desember, kemudian dilanjutkan dengan ibadah pagi Natal pada 25 Desember.
Meski telah dirayakan secara luas selama berabad-abad, penetapan tanggal 25 Desember sebagai Hari Natal masih kerap menjadi bahan pro dan kontra. Lantas, bagaimana sejarah awal penetapan tanggal tersebut? Berikut informasinya.
Sejarah Perayaan Natal
Dilansir dari
English Heritage, perayaan Natal mulai dikenal di Inggris pada awal abad ke-11, tepatnya sekitar tahun 1038. Pada masa itu, perayaan kelahiran Kristus atau yang dikenal sebagai Christmas (Christ’s Mass) merupakan hasil perpaduan antara tradisi keagamaan Kristen dengan budaya Romawi dan Eropa Utara.
Salah satu pengaruh budaya yang cukup kuat berasal dari festival Saturnalia di Romawi Kuno serta perayaan musim dingin Yule yang berasal dari masyarakat Jermanik. Yule merupakan festival pertengahan musim dingin yang dirayakan dengan jamuan makan dan ritual pengorbanan, serta penggunaan dekorasi dari tumbuhan hijau yang melambangkan kehidupan.
Beberapa tradisi Yule kemudian berasimilasi ke dalam perayaan Natal, seperti kebiasaan menghias rumah dengan dedaunan hijau dan perjamuan khusus bersama keluarga.
Mengapa Dipilih Tanggal 25 Desember?
Ilustrasi freepik
Hingga kini, tidak ada catatan pasti mengenai tanggal kelahiran Yesus Kristus. Alkitab pun tidak menyebutkan secara spesifik kapan Sang Juru Selamat dilahirkan. Meski demikian, Gereja Katolik kemudian menetapkan 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus.
Salah satu teori yang banyak diterima menyebutkan bahwa tanggal tersebut berkaitan dengan upaya Kristenisasi terhadap perayaan Romawi kuno yang dikenal sebagai Dies Solis Invicti Nati, yaitu hari kelahiran matahari yang tak terkalahkan. Perayaan ini bertepatan dengan titik balik matahari musim dingin, yang pada masa itu dipandang sebagai simbol kemenangan terang atas kegelapan.
Dengan menetapkan Natal pada tanggal yang sama, gereja secara perlahan mengalihkan makna perayaan tersebut ke dalam konteks iman Kristen. Seiring waktu, 25 Desember pun diterima secara luas sebagai Hari Natal di berbagai belahan dunia.
Perkembangan Tradisi Natal
Meski Natal mulai dirayakan secara lebih terstruktur sejak abad ke-9, perayaannya tidak langsung menempati posisi utama dalam kalender liturgi Kristen. Pada masa itu, perayaan seperti Jumat Agung dan Paskah masih dianggap lebih penting.
Dalam perkembangannya, gereja Katolik Roma menetapkan tradisi misa tengah malam pada malam Natal, sementara gereja-gereja Protestan mengembangkan ibadah malam dengan penyalaan lilin sebagai simbol terang Kristus.
Memasuki akhir abad ke-15, muncul kebiasaan baru yang kemudian melekat erat dengan Natal, yaitu memberikan hadiah kepada anggota keluarga. Tradisi ini berkembang luas hingga kini dan menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Natal modern.
Makna Natal bagi Umat Kristiani
Secara teologis, Natal dipahami sebagai peringatan atas anugerah terbesar Tuhan kepada manusia, yakni kelahiran Yesus Kristus sebagai wujud kasih dan keselamatan. Nilai-nilai seperti cinta kasih, pengorbanan, kerendahan hati, dan pengharapan menjadi inti dari perayaan ini.
Seiring penyebaran agama Kristen ke berbagai wilayah di luar Eropa dan Amerika Utara, perayaan Natal pun dikenal luas di negara-negara dengan latar budaya yang beragam. Di banyak negara non-Barat, Natal tidak hanya dipahami sebagai hari raya keagamaan, tetapi juga membawa pengaruh budaya Barat yang kemudian berpadu dengan tradisi lokal.