Pemasangan panel surya. Foto: Dok. PLN
Fauzan Hilal • 20 October 2025 00:46
Mamasa: Cahaya lampu pijar yang remang-remang bukan pemandangan asing di rumah-rumah petak dan sekolah terpencil. Bagi puluhan ribu keluarga, listrik hanyalah kemewahan yang tertulis di brosur, bukan kenyataan yang bisa mereka sentuh.
Di pegunungan Mamasa, Sulawesi Barat, ratusan mata kecil kini bersinar lebih terang. Bukan hanya karena matahari, tetapi karena sebuah janji yang kini terwujud menjadi sinar harapan.
Mereka adalah wajah-wajah masa depan yang tinggal di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) yang perjuangan belajarnya kini mendapat hadiah tak ternilai: Sinar menuju dunia digital. 82 sekolah di Kabupaten Mamasa yang selama ini terisolasi, kini tak lagi mengandalkan lilin atau surya seadanya.
Musa, seorang guru di Sekolah Dasar Kecil (SDK) 014 Sokbok, tak mampu menahan getar suaranya saat bercerita. "Dulu, kami hanya mengandalkan papan tulis dan suara. Kini, kami bisa memanfaatkan media elektronik. Anak-anak jadi lebih semangat, pembelajarannya lebih interaktif dan menyenangkan," kata Musa.
Kata-kata Musa merangkum perubahan drastis yang dibawa oleh program listrik desa (Lisdes) pemerintah melalui PT PLN (Persero). Sebanyak 25 sekolah dihidupkan oleh SuperSUN, inovasi energi bersih karya anak bangsa yang menggabungkan PLTS mikro dan BESS.
Sementara 57 sekolah lainnya teraliri melalui perluasan jaringan konvensional, membuktikan bahwa tak ada jarak yang terlalu jauh untuk cita-cita.
Namun, terang ini datang bukan tanpa air mata dan peluh. Di balik setiap sakelar yang menyala, ada cerita tentang ketangguhan luar biasa tim PLN. Untuk merealisasikan mimpi ini, mereka harus menempuh perjalanan sejauh 331 kilometer dari Makassar ke Mamasa.
Tantangan sesungguhnya dimulai saat medan berat sepanjang 18,9 kilometer menanti, jalur berlumpur dan terjal yang seringkali tak bisa dilalui kendaraan.
Di titik-titik terparah, petugas PLN bergotong royong bersama warga setempat, memikul sebuah panel surya seberat 100 kilogram dan berjalan kaki sejauh 9 kilometer.
Setiap langkah yang terperosok di lumpur, setiap tarikan napas di tanjakan curam, adalah bukti nyata dari komitmen mereka.
Semua lelah itu terbayar lunas. Ketika kabel terhubung, lampu pertama menyala, dan anak-anak desa bersorak riang menyambut terang yang selama ini hanya mereka impikan. Cahaya itu bukan hanya menerangi ruangan, tapi juga membuka jendela masa depan.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menegaskan bahwa ini adalah misi keadilan energi. "Kami ingin setiap anak Indonesia, di manapun ia berada, berhak mendapatkan kesempatan belajar dengan terang yang sama," ujarnya.
"Kehadiran listrik di sekolah-sekolah pelosok bukan hanya soal menyalakan lampu, tetapi juga membuka jalan bagi transformasi pendidikan," kata Darmawan.
Kini, di Mamasa, buku-buku lama berdampingan dengan proyektor dan komputer. Guru-guru di pelosok desa kini memiliki alat untuk bersaing dengan sekolah di kota.
Bagi ratusan siswa ini, SuperSUN dan jaringan PLN bukan sekadar infrastruktur, melainkan sebuah peluang emas: Kesempatan untuk bermimpi dalam cahaya yang sama terangnya dengan seluruh anak bangsa.
Hingga September 2025, sebanyak 1.500 unit SuperSUN telah terpasang di wilayah PLN UID Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat (Sulselrabar), membawa manfaat nyata.
Di Mamasa, SuperSUN telah menunaikan tugasnya, membawa cahaya digital yang akan menjadi bekal bagi anak-anak Indonesia untuk melangkah maju.
Listrik telah tersambung, yang ada kini adalah optimisme dan harapan. Sekolah yang dulunya gelap, kini terpancar cahaya, membawa serta impian, semangat, dan bukti nyata bahwa negara hadir untuk menerangi setiap sudut kehidupan rakyatnya.